Dulu sekali saat masih bersekolah saya bercita-cita untuk menjadi seorang guru dan punya perpustakaan sendiri yang bisa diakses oleh semua orang, terutama oleh warga kampung di tempat tinggal saya. Keinginan untuk menjadi seorang guru yang memiliki kemampuan mendidik anak-anak, dari yang tidak bisa membaca, menulis, berhitung, menjadi bisa itu saya rasakan waktu duduk di bangku kelas 4 SD. Alasan lain untuk menjadi guru adalah karena saya mempunyai orang tua (Ibu) yang tidak bisa membaca atau buta huruf.
Foto dari Google |
Mengapa orang tua saya bisa buta huruf ya? Padahal saudara-saudaranya yang lain bisa sekolah dan bahkan dapat menempuh pendidikan hingga SMA dan Perguruan Tinggi. Dari cerita Ibuku, dulu orang tuanya tidak mampu untuk menyekolahkan semua anak-anaknya, mungkin saja masalah ekonomi.
Namun, cita-cita saya itu hanyalah angan-angan saja, saya pun tidak bisa melanjutkan kuliah untuk bisa mendapatkan sertifikasi seorang guru. Walaupun sebenarnya itu tidak penting. Jika kita punya keinginan seharusnya tanpa kuliah atau belajar lagi-pun, kita tetap bisa menjadi guru, memberikan pendidikan gratis dari kemampuan yang kita miliki.
Sayangnya, saya tidak punya itu. Dan saya menyesali mengapa saya tidak serius dengan cita-cita saya. Dan seharusnya, saya bisa memulai menjadi 'guru' untuk mengajari Ibu saya terlebih dahulu. Sedangkan keinginan untuk punya perpustakaan sendiri itu karena dari kecil saya suka sekali membaca buku.
Eko Cahyono, Pembebas Buta Huruf dari Malang
Jika saya tidak bisa menggapai cita-cita menjadi guru, namun ada orang lain yang punya cita-cita yang sama, ingin mengentaskan masalah buta huruf seperti Ibu saya. Dan masalah ini ternyata masih banyak kita temukan di daerah-daerah, bahkan di kota-kota besar. Bahkan ada satu komunitas yang melarang warga atau masyarakatnya untuk bisa sekolah (membaca, menulis, dsb).
Padahal pendidikan itu penting sekali untuk kemajuan suatu bangsa.
Dia adalah Eko Cahyono, pemuda asal Malang. Pendiri Pustaka Anak Bangsa, yang menyediakan perpustakaan keliling. Perpustakaan ini dapat menjangkau seluruh masyarakat di kecamataan di Kabupaten Malang, yang bisa diakses oleh siapa saja, dan semakin meluas karena digelar di tempat-tempat yang mudah dan sering didatangi masyarakat. Seperti Pos Ojek, Salon, Bengkel, Rental Komputer dan lainnya.
Dan saya mengagumi sekali orang-orang seperti Eko Cahyono, seakan mewakili apa yang saya impikan. Apalagi melihat tujuannya mendidikan perpustakaan yang sangat mulia, ingin menjadikan anak-anak lebih bisa membaca dan menulis. Karena seperti yang saya bilang tadi, di negara kita masih banyak sekali anak-anak yang tidak bisa mendapatkan pendidikan, tidak bersekolah formal, tidak membaca-menulis, karena keterbatasan biaya, masalah ekonomi dan akses yang lainnya.
Dengan menyediakan perpustakaan yang bisa diakses oleh siapa saja selama 24 jam, Eko Cahyono ingin, anak-anak Indonesia lebih cerdas lagi dengan mendapatkan pendidikan dasar, minimal bisa membaca dan menulis agar bisa siap menghadapi kemajuan jaman dan kehidupan ke depannya.
Foto dari Satu Indonesia Award |
Saat ini perpustakaan Pustaka Anak Bangsa masih aktif dan memiliki 26 perpustakaan yang bisa diakses warga sepanjang hari, yang sudah tersebar di 35 Desa dari 7 Kecamatan di Kabupaten Malang. Perpustakaan yang berisi beragam dan koleksi ribuan buku bacaan ini buka 24 jam bagi siapapun yang ingin membaca buku secara gratis.
Dan tau tidak, selain warga bisa membaca, ternyata di perpustakaan Pustaka Anak Bangsa ini juga ada kegiatan lain, seperti belajar komputer, menjahit, nonton film bareng, melukis dan banyak lainnya. Bahkan ada layanan bimbingan belajar untuk anak SD/Sederajat yang diberikan secara gratis.
Walau sekarang kebiasaan orang-orang berkurang dalam membaca buku biasa dan berganti ke dunia digital karena kemajuan teknologi, namun perjuangan Eko Cahyono dalam membangun mimpi bangsa melahirkan anak-anak pintar membaca dengan mendirikan perpustakaan memang patut mendapatkan apresiasi.
Terbukti Eko Cahyono mendapatkan penghargaan Satu Indonesia Award di tahun 2012. Sebuah apresiasi dari Astra untuk generasi muda yang berhasil menjadi pelopor dan melakukan perubahan di masyarakat, baik individu maupun kelompok.
Apresiasi dari Semangat Astra Terpadu Untuk (SATU) Indonesia Award ini diberikan kepada generasi muda seperti Eko Cahyono yang menjadi tokoh penggerak di bidang Pendidikan, Kesehatan, Lingkungan, Kewirausahaan, dan juga Teknologi.
Kisah Eko Cahyono dalam mendirikan perpustakaan untuk membebaskan masyarakat dari buta huruf sangat menginspirasi kita semua. Melalui program Satu Indonesia Award, Astra berharap dapat lebih mendorong anak-anak muda dalam berkontribusi membangun negeri dan bisa saling berkolaborasi dengan program unggulan dari Kampung Berseri Astra dan Desa Berseri Astra.
Semoga apa yang dilakukan Eko Cahyono dan anak muda lainnya di bidang yang berbeda dapat menjadi inspirasi kita semua. Terutama saya. Karena tidak ada kata terlambat untuk memulai dan mewujudkan cita-cita mulia untuk mencerdaskan anak bangsa.
No comments:
Post a Comment
Terima Kasih - @melfeyadin