Laman

Monday, 26 October 2020

The Professor and Madman Membuka Banyak Pikiran Tentang Rasa Sakit Dan Kata Anjay

Awal melihat poster film The Professor and Madman di timeline sosia media yang dibagikan beberapa teman, saya sama sekali nggak tertarik untuk melihat film yang baru tayang di Indonesia, exlusive di platform layanan streaming video Mola TV. Saya pikir ini film yang bertema politik, tentang dua orang memperebutkan kekuasaan, film-film yang mungkin membosankan dengan rating yang rendah. 

the-professor-and-madman

Namun akhirnya saya memulai nonton film yang disutradarai oleh Farhad Safinia ini karena tertarik oleh setting tahun pembuatan filmnya. Fyi, saya suka banget film yang bersetting jaman dulu, khususnya untuk film dari luar Asia, film-film dengan setting abad 18 - 19 atau di bawah abad 20. Saya suka dengan fashion style yang ditampilkan, rumah-rumah khas Eropa, Amerika itu buat saya punya keindahan tersendiri.

Dan baru 5 menit film ini berjalan, waktu yang sangat krusial bagi saya ketika menonton film, mau lanjut atau tidak. Saya langsung bilang, "Oke, film ini nggak boleh dilewatkan!" Saya berhenti sampai di situ, lalu mencari tau jalan ceritanya bagaimana di google, film ini bercerita tentang apa dan siapa. Posternya terlihat sekali menggambarkan dua sosok orang yang punya karakter kuat. Setelah membaca sinopsis film The Professor and Madman, saya baru mengerti bahwa ini film sejarah, yang menceritakan biografi dua orang yang sudah berjasa menyusun Kamus Bahasa Inggris Oxford (Oxford English Dictionary), James Murray dan Dr. William Chester Minor, yang menderita penyakit skizofrenia, lalu dianggap gila oleh sebagian orang.

Sejujurnya saya nggak bisa berbahasa Inggris. Tapi ini menarik ya, dari film ini saya akhirnya tahu, bahwa orang Inggris sendiri punya banyak kesulitan untuk mengumpulkan setiap kata dari ribuan kata bahasa Inggris dan mendefinisikan semua artinya, hingga bisa dimengerti oleh semua orang di dunia ini. Karena kamus ini dibuatnya di pertengahan abad 19, tentu saja prosesnya nggak mudah. Semua bahan ditulis tangan menggunakan tinta, lalu dikirim melalui pos oleh banyak sukarelawan, banyak perdebatan dari mana kata itu berasal dan lainnya. 

Belum lagi diceritakan banyak yang nggak setuju untuk memilih James Murray menjadi ketua tim dalam menyusun kamus ini, James Murray ini di anggap nggak memenuhi standar kualifikasi akademik seperti professor lainnya. Ia berhenti sekolah saat umur 14 tahun, namun karena ketekunan dia untuk mempelajari sesuatu, akhirnya dia bisa menguasai banyak bahasa secara otodidak.

the professor and madman

Namun saya suka dengan kebijaksanaan salah satu professor yang ada di tim nya James Murray (correct me kalau tentang professor ini), "Bahasa berkembang lebih cepat dari pada kemajuan kita, kita malah sibuk berdebat tentang ruang lingkup, ragam" maksudnya, sudahlah kita nggak perlu banyak berdebat mengenai status pendidikan seseorang, selama yang tidak punya titel pendidikan ini lebih mampu dari yang akademisi, kenapa tidak? Lalu professor itu melanjutkan, bahwa "Semua kata sah dalam bahasa, kuno atau baru, sering digunakan atau tidak, kata serapan atau kata asli". Jadi jika ingin merumuskan kamus bahasa, kita harus terbuka dengan banyak hal, baik tentang kata, bahasa atau dari siapa kata itu berasal.

Ketika scene ini muncul, entah mengapa tiba-tiba saja saya ingat dengan perdebatan dan keributan beberapa waktu lalu yang terjadi di Indonesia, mengenai kata 'anjay' yang katanya nggak mendidik dan lainnya. Namun setelah menonton film ini tentu saja saya setuju dengan banyak netizen yang berpendapat tentang maksud dari pengucapan kata 'anjay' tersebut.

Dan saya juga setuju dengan salah satu quote yang ada di film The Professor and Madman yang diucapkan oleh James Murray,
"Tiap kata saat digunakan jadi indah karena menunjukkan artinya sendiri." Yup, kata Anjay itu punya banyak arti, tergantung untuk apa dan kepada siapa diucapkan. Walau kita harus tetap mematuhi adab berbahasa yang baik, tapi kita nggak perlu terlalu kaku dengan kata dan bahasa yang baru muncul di masa sekarang, asal kita bisa menempatkannya dengan benar.

If love... then what?

"Yang aku tahu tentang cinta adalah rasa sakit seringkali menjadi obat." Kalimat ini diucapkan oleh James Murray saat Dr. William curhat tentang Elize, istri seorang laki-laki yang sudah dia bunuh.

Tentu saja yang menarik dari film ini adalah kisah dari si Madman menurut saya, Dr. William, yang sudah membantu begitu banyak mengumpulkan kata dan artinya untuk kamus yang disedang dibuat oleh James Murray dari dalam penjara. Dia dipenjara karena telah membunuh seseorang, tepat di depan istri korban yang bernama Elize Merret.

Nah, Dr. William ini ternyata mengalami skizofrenia - salah satu penyakit gangguan mental yang mempengaruhi pikiran seseorang yang terjadi dalam jangka waktu yang panjang, dan sering membuat si penderitanya ini berhalusinasi.

Di awal film, Dr. William sedang mengejar seorang laki-laki dengan suasana yang menegangkan di antara tembok-tembok rumah warga, hingga seseorang ini sampai di depan pintu rumahnya, dengan memanggil istrinya dengan keadaan panik, saat pintu dibuka, dorrr! Laki-laki itu di tembak hingga meninggal tepat di depan istrinya. 

Alhasil Dr. William di sidang dan dijebloskan dipenjara untuk mendapatkan penanganan khusus, terkait gangguan mental yang dia derita. Ia bersikukuh melakukan kekerasan itu tanpa sadar, karena justru dia merasakan dikejar-kejar dan dihantui oleh orang-orang. Dalam pikirannya nyawanya terancam, sehingga dia membunuh orang yang dia kira sedang mengancamnya. Pelik lah intinya.

Kita secara nggak sadar akan bilang jika Dr. William ini memang gila, namun sesungguhnya dia sadar, otaknya masih bisa bekerja dengan baik, terapi yang dia lakukan perlahan-perlahan membantunya untuk membuang halusinasinya tersebut. Bahkan, si Elize yang tadinya sangat membenci dirinya karena telah membunuh suaminya tepat di depan matanya, perlahan-perlahan bisa menerima ketidak berdayaan yang dilakukan oleh William.

Karena merasa bersalah dan merasa bertanggung jawab atas kematian suaminya Elize, Dr. William menyerahkan hartanya untuk anak-anak Elize yang berjumlah 6 orang dan masih kecil-kecil. Awalnya Elize menolak, tapi karena melihat sendiri penderitaan yang dialami oleh William, Ia akhirnya sadar, bahwa membenci tidak akan menyelesaikan masalah oleh dendam dan amarah.

Sungguh, di bagian ini saya salut dengan kebesaran hati Elize, bisa menerima seseorang yang sudah membuatnya sengsara karena kepergian suaminya, sekaligus mengubah nasib anak-anaknya, yang tadinya kelaparan karena tak ada uang, dan akhirnya hidup nyaman karena bantuan materi dari Dr. William. 

Menurut saya, nggak semua orang bisa menerima keadaan Dr. William. Apalagi Elize. Membayangkan suaminya, ayah dari anak-anak meninggal di depan mata dengan cara yang sadis, hati siapa yang nggak perih? Elize mungkin saja bisa ikutan gila, karena putus asa karena tak ada lagi yang menafkahi anak-anaknya dan juga dirinya, juga kesedihan karena kehilangaan.

Tapi karena ketulusan dan penyesalan Dr. William yang tak berdaya dengan Skizofrenia yang dialaminya. Hati Elize akhirnya melunak, mulai memahami apa yang terjadi. Dan pada akhirnya mereka belajar untuk saling menolong, lepas dari masalah.

Entah mengapa, saya salut dengan karakter Elize, walaupun dia sangat membenci Dr. William, namun dia masih punya sopan santun yang tinggi untuk bisa tetap menghormati seseorang. Ada salah satu scene, ketika Elize mendatangi penjara untuk 'marah' pada William, tapi dia langsung berdiri ketika Wiliam datang. Entah ini memang bentuk sopan santun atau adab orang Inggris kepada orang lain atau bagaimana. Tapi buat saya ini menggambarkan salah satu sifat kemanusiaan yang tinggi.

Dan saya beneran terharu, film The Professor and Madman ini mengajarkan saya banyak hal tentang memaafkan dan memahami jiwa seseorang.

'The Professor and Madman' ini membuka banyak sekali pikiran, tentang kata-kata, tentang bagaimana memaafkan dari pada membenci.
Membenci tidak akan menyelesaikan masalah. Memaafkan tidak berarti melupakan.
Tapi belajar memahami membuat kita bisa menerima, mengikhlaskan sesuatu dari apa yang membuat kita sakit dan yang tidak kita sukai.
"Yang aku tahu tentang cinta adalah rasa sakit seringkali menjadi obat" - James Murray.


19 comments:

  1. Yeaaa keren ya mbak jln cerita di film ini. Saya aja sampe dua kali nontonnya. Klo sekali, gak cukup puas mengikuti alur ceritanya.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iyaa, keren banget mas. Banyak pesan tersirat yah.

      Delete
  2. Jalan cerita dari film ini bisa dikatakan unik, karena tentang penceritaan penyusunan kamus yang pastinya nggak mudah, serta disertai pula hikmah bagaimana cara kita bisa memahami seseorang. Jadi rekomen nih filmnya untuk ditonton

    ReplyDelete
  3. "Yang aku tahu tentang cinta adalah rasa sakit seringkali menjadi obat"
    Duh jadi pengen nonton juga. Jalan ceritanya bagus ya mbaaa

    ReplyDelete
  4. Judul filmnya the professor kah mba? Jadi pengen nonton juga, tapi bisanya di mola ya?

    ReplyDelete
  5. Saya suka yang seperti ini, keberagaman memang bisa di bicarakan tapi tidak utk menghabiskan waktu membahas itu2 saja. Dan saya juga suka orang yg sebenarnya tdk suka tapi tetap sopan santun menghadapi orang lain

    ReplyDelete
  6. Aq juga udah nonton film ini mbak, endingnya itu lho yang bikin terharu ya

    ReplyDelete
  7. Menarik nih, di MOla TV ya? Kebetulan masih ada langganan beberap ahari lagi. Cuzz nonton demi kewarasan berkata-kata wkwkwkw

    ReplyDelete
  8. Banyak pesan tersirat dan nonton filmnya harus fokus tapi bagus banget jalan ceritanya saya udah nonton film terbaik menurut saya..

    ReplyDelete
  9. Kebetulan aku punya layanan MOla TV di rumah.
    Jadi pengen liat film the professor and madman nih..

    ReplyDelete
  10. Otw bilang suami untuk cariin film ini. Kayaknya seru dan bagusss banget baca reviewnya. Buatku yang ngga terlalu suka nonton film, reviewnya bikin aku penasaran

    ReplyDelete
  11. Aku suka film ini, karena kata2nya itu british, sesuai dg yg pertama kali aku pelajari hehehe. Ya, inti ceritanya ya gitu. Aku dah nonton dan tertarik sama Eloze yg berbesar hati.

    ReplyDelete
  12. ah bagus ininkayaknya..
    logatnya british ya mbak
    nonton dmn mbak ini?

    ReplyDelete
  13. Kadang kala yuni juga suka dengan film yang mengambil setting waktu masa lalu. Apalagi film yang menggambarkan bagaimana sesuatu terjadi. Sebut saja film ini. Sedikit banyak menceritakan bagaimana kamus dibuat.

    Apalagi tentang Madman dan elize.. Keren kayaknya ini.

    ReplyDelete
  14. Dalem bgt ya pesan moral pada film ini. Aku pasti bakal suka banget kalo nonton film ini. Aku suka tipe film yang bisa bikin mikir kayak gini. Tentang memaafkan, memang tidak mudah tapi dampaknya bagi hidup sungguh berarti.

    ReplyDelete
  15. Dalem bgt ya pesan moral pada film ini. Aku pasti bakal suka banget kalo nonton film ini. Aku suka tipe film yang bisa bikin mikir kayak gini. Tentang memaafkan, memang tidak mudah tapi dampaknya bagi hidup sungguh berarti.

    ReplyDelete
  16. wah mbak kayaknya menarik. sama, akupun sudah film dengan setting jadul gitu. baru2 ini aku abis lihat elena holmes dengan setting abad ke 18 atau 19 yah, yang jelas fashion items di filmnya itu loh.. menyenangkan banget untuk dilihat :D

    ReplyDelete
  17. Saya jadi pengen nonton filmnya
    Sangat penasaran banget

    ReplyDelete

Terima Kasih - @melfeyadin