Monday, 6 July 2020

Upaya Menjaga Kondisi Laut di Tengah Pandemi

Masih sangat jelas di ingatan bagaimana perasaan saya dulu saat pertama kali bisa melihat laut dan menyeberanginya dengan kapal Ferry dari Pelabuhan Bakauheni, Lampung ke Pelabuhan Merak, Banten. Rasanya takjub sekali melihat air laut yang begitu luas dan menghampar biru, selama perjalanan di siang hari kami yang di atas kapal bisa melihat Ikan Lumba-lumba berenang beriringan dengan kapal yang kami tumpangi. Dan itu kalau tidak salah saya masih SD, waktu libur sekolah sekitar tahun 90-an.

perubahan iklim dan ekosistem laut

Sudah lama sekali dan setelah itu, setiap kali saya menyeberangi Selat Sunda saya nggak pernah lagi menemukan Ikan Lumba-lumba yang berenang bebas di jalur kapal laut. Dulu saya nggak pernah paham penyebabnya apa. Namun seiring berjalannya waktu, dengan banyaknya informasi yang mudah diakses, saya mulai belajar, bahwa perubahan iklim menjadi salah satu penyebab ikan-ikan tersebut tidak bisa lagi berenang dengan bebas seperti sebelumnya.

Dan membayangkan itu saya jadi kangen sekali mudik ke Lampung naik kapal laut. Terakhir nyeberang laut itu bulan Januari yang lalu, sebelum Pandemic Covid-19 menguncang negeri ini dan menghambat aktivitas mobile semua orang. Karena masyarakat yang di daerahnya terdampak Covid-19 diminta untuk stay at home, sehingga tidak adanya kegiatan atau aktivitas di luar rumah, kecuali untuk hal-hal begitu penting. Nggak hanya daerah yang kasus Covid-nya mengalami peningkatan, tapi akhirnya diputuskan di beberapa daerah mengikuti aturan untuk stay at home untuk mengurangi meningkatnya jumlah kasus dan pasien Covid-19.

Hmm, tapi masa pandemi ini justru membuat alam semesta ini bisa dapat beristirahat sejenak dari aktivitas tangan-tangan jahat manusia yang hanya ingin memanfaatkannya saja tanpa mau menjaganya. Efeknya hal yang paling terasa sekali ialah, berkurangnya polusi udara yang menyesakkan dada.

Sejenak kita bisa melihat langit yang membiru, pemandangan gunung dari kejauhan yang terlihat jelas, karena berkurangnya polusi dari asap kendaraan maupun sebagian industri - pabrik-pabrik (yang terpaksa menghentikan produksi-nya). Ada sisi positif tentunya yang bisa kita ambil dari setiap kejadian buruk sekalipun. Pandemic ini juga menyebabkan kondisi ekonomi dari berbagai sektor di semua negara mengalami kemerosoton dan nggak stabil.
Banyak tempat-tempat wisata alam, tempat usaha yang akhirnya ditutup sementara untuk tidak menerima pengunjung.


Namun menurut ahli biologi UGM, Yogyakarta, Akbar Reza, tidak adanya aktivitas wisatawan ini juga membawa pengaruh terhadap pengurangan jumlah sampah yang dihasilkan saat berwisata. selain itu tingkat polusi suara/kebisingan dari kapal-kapal laut yang mengangkut wisatawan maupun pengiriman barang berkurang. Menurutnya ini baik untuk alam dalam mencegah perubahan iklim.

Penuturan ahli biologi, Akbar Reza tersebut juga dibenarkan oleh Mbak Gita Anastasia, Pengelola Kampung Wisata Arborek, Raja Ampat, Papua, dalam sebuah talkshow yang saya ikuti di KBR (Kantor Berita Radio) dengan tema "Menjaga Laut di Tengah Pandemi" beberapa waktu lalu. Menurutnya kondisi alam membaik, namun untuk kondisi pariwisatanya ya so so, ya begitulah, yang pasti ada penurunan dalam kunjungan wisatawan. Tentunya ini berat untuk semua orang.

Berat menjaga keseimbangan alam ini untuk tetap membaik di tengah kondisi apapun, menjaganya di tengah upaya pemerintah dalam membuka sektor wisata alam di Indonesia yang di dalamnya masih banyak masyarakat terutama wisatawan yang kepeduliannya masih sangat kurang.

Lalu bagaimana upaya kita menjaga kondisi laut di tengah pandemi seperti ini?
Dan apapula pengaruh perubahan iklim terhadap ekosistem laut?

Ok, beberapa hari yang lalu saya sempat membaca artikel tentang pelarangan untuk mengkonsumsi Ikan Kakatua (Parrotfish), jujur saya baru mengetahui jenis ikan ini dan peran pentingnya dalam menjaga pertumbuhan dan keindahan terumbu karang. Dalam artikel disebutkan dikatakan, Ikan Kakatua ini dalam kesehariannya memakan Alga dan karang yang sudah mati. Dengan kata lain mereka membersihkan karang. Ketika makan, Ikan Kakatua menggiling karang dan mencernanya. Mereka mengeluarkan sisa makanan berupa pasir yang kemudian pasir pasir itu dapat diangkut ke pinggir pantai.
Namun sebagian terumbu karang di daerah tropis kebanyakan ditutupi alga karena sedikitnya Ikan Kakatua yang merumput/memakan alga.


Penyebabnya karena Ikan Kakaktua yang semakin banyak diburu manusia untuk dikonsumsi, sehingga lama kelamaan populasi Ikan ini semakin berkurang, pengaruhnya tentu saja proses daur ulang terumbu karang semakin sedikit karena ditutupi oleh Alga. Di artikel itu juga disebutkan, kalau Terumbu Karang yang ditinggali Ikan Kakatua memiliki kondisi yang baik.

Selain Ikan Kakaktua, ternyata kondisi pandemic ini juga sedikit banyak membawa dampak positif terhadap alam dan mempengaruhi kondisi ekosistem laut. Lembaga konservasi international dalam peringatan Hari Laut (11 Juni) tahun ini menyatakan terumbu karang dan megafauna di Raja Ampat dapat beristirahat dan tumbuh dengan baik saat masa Covid-19 ini. Sampah-sampah yang mengotori laut Raja Ampat pun menjadi berkurang. Menurut Mbak Gita dalam siaran talkshow, perairan laut Raja Ampat saat ini pun menjadi lebih bersih.

perahu-nelayan

Yang biasanya beberapa jenis Ikan tidak terlihat atau jumlahnya sedikit, namun sejak masa Covid ini jumlahnya meningkat, hal ini tentu saja karena berkurangnya jumlah wisatawan yang datang untuk melakukan aktivitas seperti diving atau snorkeling. Kebisingan akibat kapal-kapal lalu lalang juga mengurangi tekanan pada mahluk hidup di dalam laut.

Begitupun yang disampaikan Prof. M Zainuri, Pakar Kelautan UNDIP Semarang, yang juga menjadi narasumber dari talkshow yang saya ikuti. Beliu menyebutkan, salah satu penyebab utama kerusakan laut di lokasi pariwisata ialah kapal wisata maupun perahu motor yang berlabuh. Motor-motor (perahu) ini yang parkir di tengah laut ini menggunakan pendingin yang berasal dari air laut, lalu dibuang lagi ke laut, tentunya ini mempengaruhi terhadap pertumbuhan terumbu karang. Nggak cuma itu, sedikit tumpahan minyak di permukaan laut itu mengendap dan mengotori bibir pantai.

Pengaruh Perubahan Iklim Terhadap Ekosistem Laut

Seperti yang saya tulis di atas, salah satu efek yang paling terasa sejak pandemi ini adalah polusi udara yang sedikit berkurang. Langit menjadi biru, udara menjadi lebih segar dan bersih. Dan seperti yang kita tahu, penyebab utama terjadinya perubahan iklim ialah kenaikan konsentrasi karbondioksida di atmosfer yang menyebabkan pemanasan global.

Sebagian besar emisi karbon dari kendaraan bermotor, kapal, bangunan atau pabrik masuk ke atmosfer dan menyebabkan kenaikan suhu temperatur di permukaan bumi, dan temperatur yang tinggi ini menyebabkan volume es di kutub meleleh. Yang berdampak pada volume air yang meninggi dan bisa menenggelamkan wilayah pesisir. Pemanasan global juga mengancam ekosistem laut, yang menyebabkan suhu air laut semakin meninggi. Tentu saja mahluk-mahluk hidup dan biota laut lainnya di dalamnya akan mulai terancam, dan ini juga mengancam kerusakan terumbu karang sebagai penyangga utama ekosistem ini.

terumbu karang
Terumbu Karang. Ft: gnfi

Jika alam semesta ini nggak kita jaga, perubahan iklim global ini juga akan menimbulkan banyak kerugian pada mahluk hidup di muka bumi ini. Terutama bencana alam yang berdampak pada manusia. Seperti musim kemarau semakin panjang, yang akan resiko meningkatkan kekeringan yang setiap tahunnya. Belum lagi bencana angin puting beliung, banjir, dan lainnya. Untuk itulah, kita harus terus berusaha untuk menjaga keseimbangan alam. Menjaga bumi agar tetap nyaman.

Yuk Jaga Laut Kita!

Ada beberapa upaya sederhana yang bisa kita lakukan dalam menjaga laut, tindakan kecil ini jika kita lakukan terus menerus dan masiv, tentu akan berdampak besar pada perubahan yang lebih baik, nggak cuma untuk laut, tapi untuk alam semesta ini.
  1. Membawa Kantong Belanja dan Botol Minum Sendiri
    Sampah plastik yang susah terurai dan mengotori permukaan bumi tentu saja menjadi penyebab utama dari kerusakan ekosistem di laut maupun di daratan. Sudah berapa banyak berita yang kita dengar, mahluk hidup di dalam laut yang terperangkat sampah hingga tewas? Dengan membawa kantong belanja dan botol minum setidaknya membantu mengurangi sampah yang kita buang.

  2. Tidak Mengkonsumsi dan Memelihara Hewan Laut Yang Dilarang
    Seperti yang saya ceritakan di atas mengenai Ikan Kakatua, tentu mengkonsumsi hewan-hewan laut lainnya yang dilarang akan berpengaruh pada keseimbangan ekosistem laut. Cari tau jenis-jenis hewan ikan maupun hewan laut apa saja yang tidak boleh dikonsumsi. Ada beberapa hewan laut yang tidak boleh kita pelihara, terutama yang terancam punah.

  3. Tidak Menggunakan Alat Tangkap Ikan Ilegal
    Dalam menangkap Ikan gunakan alat yang sudah direkomendasikan dan ramah lingkungan, yang tidak mengganggu mahluk hidup di dalam lautan.

  4. Ikut Memelihara dan Menjaga Kebersihan Laut
    Jika sedang ada kegiatan di laut, pantai, upayakan untuk selalu menjaga lingkungan sekitar, jangan membuang sampah sembarangan, saat diving atau snorkeling jangan menyentuh tumbuhan laut dan lainnya. Kita pastinya nggak mau kan, keindahan laut kita tercemar oleh pemandangan sampah yang berserakan.
sampah di pantai
Sampah di pantai, ft: netralnews

Pemerintah juga melakukan beberapa upaya inovasi untuk mendorong pengelolaan laut dan juga meningkatkan pariwisata namun tetap menjaganya di tengah tantangan masa pandemi seperti sekarang. Dikutip dari halaman Mongabay di Hari Laut Sedunia, para pelaksana program pelestarian laut diharapkan dapat membuat inovasi-inovasi untuk mendukung para nelayan dan juga patroli laut. Secara online semua penggiat inipun harus terus melakukan kampanye untuk menjaga kelestarian serta perlindungan laut.

Sumber:
https://www.mongabay.co.id/2020/06/11/hari-laut-sedunia-mendorong-inovasi-pengelolaan-laut-di-indonesia/
https://beritabeta.com/news/iptek/si-cantik-kakatua-jangan-dimakan-ini-kata-peneliti/
https://www.cekaja.com/info/yuk-jaga-laut-kita/
https://bit.ly/MenjagaLaut
https://www.goodnewsfromindonesia.id/2018/05/10/indonesia-surga-terumbu-karang-dunia

Saya sudah berbagi pengalaman soal perubahan iklim. Anda juga bisa berbagi dengan mengikuti lomba blog "Perubahan Iklim" yang diselenggarakan KBR (Kantor Berita Radio) dan Ibu-Ibu Doyan Nulis (IIDN). Syaratnya, bisa Anda lihat di sini.

No comments:

Post a Comment

Terima Kasih - @melfeyadin