Saturday, 19 January 2019

Review Film Preman Pensiun


Ini tadinya saya nggak punya rencana buat nonton Film Preman Pensiun, apalagi nontonnya di hari pertama tanggal tayangnya di seluruh teater Indonesia, 17 Januari 2019. Karena sejujurnya saya nggak terlalu begitu mengikuti jalan cerita di setiap episode serialnya yang tayang di televisi. Kalaupun nonton hanya sesekali pas ada kesempatan. Tapi saya masih ingat sinteron Preman Pensiun ini tayangnya setiap sore, dan penggemarnya banyak banget, dari anak kecil sama orang tua. 

Saya nggak menyangka kalau ternyata antusias penonton Preman Pensiun banyak sekali, karena terbukti di hari pertama penayangan Film Preman Pensiun kemarin, bangkunya full booking semua, saya yang datang di menit-menit terakhir kebagian di bangku paling bawah. Sebelum saya mencoba untuk mereview film ini, saya mau cerita sedikit saja. Seperti yang saya bilang sebelumnya, saya awalnya nggak begitu tertarik buat nonton film ini, tapi karena ternyata adik sepupu saya yang lagi liburan di Bogor ini fans beratnya Serial Komedi Preman Pensiun, ya mau nggak mau saya ikut nonton alias menemaninya nonton.
 

Jadi, sebelum berangkat ke bioskop adik saya ini nonton ulang serialnya di youtube. Karena yang kita tau, Preman Pensiun sudah nggak tayang lagi di tv, itulah kenapa akhirnya dibuat versi film, Preman Pensiun ke Bioskop.

Preman Pensiun sendiri adalah serial drama komedi yang penuh ninspirasi. Film produksi MNC Pictures ini dulunya pertama kali tayang di TV RCTI, pada awal tahun 2015 (Season ke-1), karena banyak sekali peminat dan ratingnya yang cukup bagus, pada akhirnya dibuat hingga 3 season, dengan keseluruhan berjumlah 120 episode, sampai terakhir tayang pada 2016. Namun, serial ini lalu ditayangkan ulang di GTV (MNC Group) pada akhir 2017-an.


Dari menonton film Preman Pensiun kemarin saya akhirnya tau, bahwa serial drama nya ini memang nggak menjual artis-artis ternama untuk memerankan tokoh-tokoh dengan karakter yang kuat untuk menjadikannya sebuah cerita yang begitu menarik dan inspiratif. Yang saya ingat dan saya kenal, dulu pemeran utama nya ada Kang Didi Petet, aktor kawakan yang aktingnya sudah saya tonton sejak masih kecil dan Kang Epy Kusnandar.

Kedua aktor ini menjadi tokoh kuat dalam serial maupun film Preman Pensiun. Didi Petet yang berperan sebagai Bahar adalah seorang preman kecil, tapi wilayah kekuasaannya cukup luas. Ia disegani, ditakuti banyak orang, pasar dan terminal ada daerah kekuasaanya. Namun dalam serial maupun filmnya, cerita bukan tentang profesi mereka menjadi preman, melainkan seperti pada judulnya. Kisahnya bercerita tentang kehidupan tokoh-tokoh ketika sudah pensiun. Saya nggak akan menceritakan detilnya, silahkan dibaca sekilas di Wikipedia agar paham.

Karena yang ingin saya bahas adalah filmnya.

Well, inilah sedikit review jujur yang berhasil saya kumpulkan setelah menonton film Preman Pensiun pada Kamis 17 Januari 2019 yang lalu.
Seperti halnya di serial, di sini ceritanya Kang Bahar sudah tak ada, kehidupan para preman yang sudah pensiun dari kerjaanya berjalan normal layaknya manusia lainnya. Ada yang berdagang, sibuk ini itu dan sebagainya. Di Scene awal saya sedikit terganggu dengan tone warna dan kamera yang goyang-goyang saat ada adegan kejar-kejaran di pasar, mungkin karena nontonnya di kursi paling bawah, jadi scene ini sedikit membuat saya pusing. 

Nah, sebelum nonton kemarin, saya penasaran dengan cuitan teman-teman yang mengikuti premier filmnya di Jakarta, mereka bilang tokoh karakter yang kuat selain Kang Muslihat di film Preman Pensiun ini adalah Murad dan Pipit. Saya bertanya ke adik sepupu, apa dua orang ini pun jadi favorit dia saat dulu masih mengikuti serialnya di TV? Siapa Murad dan Pipit ini? Ganteng kah mereka? Hahaha, pertanyaan klasik perempuan Indonesia (yaitu saya). Yaaah gimana dong ya? visual yang menarik itu memang menarik untuk dilihat kan yah? *Ok abaikan.

Kang Mus sendiri dari terakhir season 3 diceritakan membangun usaha Kecimpring, snack khas Jawa Barat yang terbuat dari Singkong, dan entah kenapa tiba-tiba saja saya jadi pengen Kecimpring. Kang Mus dan anak buahnya (yang saya lupa namanya-tapi menjadi orang paling sibuk di film ini) sedang bingung dengan usaha Kecimpring yang penjualannya kian hari kian menurun dan terancam bangkrut.

Karena dulunya saya nggak terlalu mengikuti serial televisi Preman Pensiun, pada saat di bioskop saya lumayan sedikit bingung dengan alurnya yang loncat-loncat dari scene satu ke scene lainnya, namun jalan ceritanya tetap nyambung dan teratur. Dan dialog yang bersambung ke scene lain namun tetap nyambung. Yup, menurut saya di sinilah menariknya serial Preman Pensiun. Kita nggak akan bosan dengan alurnya. Apalagi ada kejutan-kejutan menarik di dalam film ini, seperti kedatangan dua pemeran Ojek Pengkolan yang saat ini masih tayang di tv, jadi menambah kekocakan yang menarik untuk film Preman Pensiun.

Yup, karena genre nya drama komedi, secara otomatis film ini memang mengocok perut, sepanjang film saya nggak berhenti ketawa, walau terkadang kesal dengan tokoh Imas, istrinya Dikdik salah satu preman yang ternyata belum pensiun dan menjadi kunci utama dari cerita Preman Pensiun di bioskop. Konflik di film ini hanya satu ada di Dikdik itu. Namun dari tokoh Imas dan Dikdik ini kita belajar bahwa komunikasi itu sangat penting dalam menjaga sebuah hubungan.

Tapi yang menarik cerita buat saya adalah kisah anaknya Kang Mus (dan saya juga lupa namanya). Anaknya Kang Mus ini lagi puber dan sedang belajar pacaran. Namanya anak muda yang lagi kasmaran, mereka sering jalan jalan ke luar rumah. Kang Mus sebagai orang tua dan mantan preman ternyata punya jiwa yang begitu lembut yang sayang dengan keluarga.

Pada cerita anaknya Kang Mus ini saya mendapat pesan menarik, bahwa sebenarnya konflik yang terkadang begitu rumit itu bukan berawal dari masalah yang besar, tapi justru dari hal-hal sepele, yang kalau dipikir dengan logika, "ngapain sih kayak gitu aja jadi masalah?" 
Yang seharusnya nggak perlu jadi masalah, malah sebaliknya menjadi sumber masalah. Terkadang apa yang kita lakukan justru akan membuat orang lain tak nyaman dan menyakiti perasaannya.

Murad dan Pipit + Ujang
Kang Mus sayang sama si eneng (anaknya) ia tidak ingin anaknya terluka ataupun tersakiti, tapi perlakuannya terhadap hubungan pacar anaknya justu menyakiti perasaannya anaknya sendiri. Hal inilah yang terkadang nggak kita sadari. Banyak orang tua seperti itu, mencoba untuk melindungi anak-anaknya dari hal-hal yang menurut mereka tak baik. Tapi ini seperti menjadi boomerang untuk mereka sendiri. Kita harus bijak melihat sesuatu, nggak bisa berlebihan untuk terlalu melindungi orang yang kita sayang. Karena sejatinya manusia itu butuh kebebasan, namun tetap paham pada aturan-aturan yang harus dipatuhi ataupun di langgar. Namun perhatian Kang Mus menantikan eneng pulang ke rumah setelah pacaran itu sungguh menyentuh perasaan, khas seorang ayah kepada anak perempuannya.

Dan pesan menarik lainnya adalah, dendam itu nggak akan menyelesaikan sebuah masalah, walaupun ada pesan dari mendiang Kang Bahar bahwa 'setiap pertanyaan harus terjawab di kamu, setiap persoalan harus selesai di kamu' namun justru pesan ini terabaikan oleh Gobang, preman pensiun yang tersulut amarah dan mendendam karena adik iparnya mati dibunuh. 

Well, kalau harus diberi rating keseluruhan, saya akan memberikan rating 7/10 untuk Film Preman Pensiun. Yang penasaran dengan jalan ceritanya, bisa tonton dulu trailer Preman Pensiun di sini. http://bit.ly/filmpremanpensiun.


No comments:

Post a Comment

Terima Kasih - @melfeyadin