Thursday, 24 May 2018

Kampanye Cinta Terencana dari BKKBN

Foto: BKKBN
Jujur sih, tahun tahun sebelumnya setiap kali merayakan hari lahir, saya didera yang namanya khawatir, kegelisahan khas perempuan yang umurnya sudah kepala tiga tapi belum menikah juga. Kenapa? Pertanyaan itu selalu ditanyakan oleh orang-orang di sekitar saya, bahkan dari diri saya sendiri. Kenapa saya belum menikah? Apa yang saya pikirkan, apa yang saya tunggu? Sehingga bisa dibilang untuk perempuan seumuran saya, saya sudah telat menikah. Well… saya sebenarnya sudah siap menikah, siap sekali malah. Dan keinginan untuk menikah itu sudah ada sejak saya berumur 25 tahun. Yup, di bawah umur itu saya belum kepikiran atau niatan sama sekali untuk membuat sebuah hubungan keluarga. Mungkin itu juga kenapa hingga sekarang saya belum dipertemukan dengan jodoh saya. Hehe. Jadi curhat deh.
Ok, sebenarnya saya mau cerita sedikit kisah tentang pernikahan dini. Ehm, ketika saya lulus SMP, banyak teman-teman sebaya saya dulu yang memutuskan langsung menikah. Saya yang mendengar curhatan teman saya itu melongo. Serius kamu mau menikah? Kita itu masih-masih anak-anak, belum waktunya deh. Saya sedikit menentangnya.

Mell, kalau nggak menikah sekarang, aku mau ngapain lagi? Di Kampung seperti ini apa yang bisa aku kerjakan? Selain menjadi jadi bojo (istri), lagian calon suamiku, pacarku sekarang juga sudah mapan, kok. Orang tuaku juga setuju. Aku juga nggak boleh merantau sama ibu bapakku. Mereka khawatir, kalau mau kerja, kerja apaan? Selain menjadi pembantu, baby sitter. Ijazah SMP dapat kerjaan dimana?

Kira-kira begitulah penjelasan teman saya saat itu. Walau sebenarnya saya tau, di lubuk hatinya yang paling dalam, dia masih ingin bebas, ingin mencari tau dunia yang lebih luas lagi, menggapai cita-cita, bekerja di perantauan, menghasilkan uang dan sebagainya. Tapi bujuk rayu pacar dan juga orang tuanya untuk menikah, terpaksa ia terima.

Lain lagi dengan cerita salah satu dengan tetangga saya. Karena alasan yang sama, di kampung mau ngapain, orang tua yang kurang mampu, bekerja serabutan? Akhirnya menikah muda yang suaminya pun masih muda. Dengan alasan, kalau nggak menikah, yah mau ngapain lagi? Mereka menikah lalu punya anak. Namun, karena menikah mereka ini hanya “Yaudah yang penting menikah” selesai. Akhirnya justru menyusahkan orang tua. Si suami tanpa pekerjaan, akhirnya numpang tinggal di rumah mertua, si istri yang hanya mengandalkan pekerjaan suami, akhirnya ya tinggal lagi di rumah orang tua. Sehingga, seluruh biaya hidup dua keluarga ditanggung oleh satu orang, yaitu orang tua si perempuan. Karena rumah orang tua si lelaki jauh. Ada pula cerita dari pernikahan dini karena accident, karena dari awal sudah salah, rumah tangganya ini menjadi masalah terus menerus oleh dua keluarga, yang akhirnya bercerai karena ketidak cocokan keduanya. Banyak banyak sekali masalah yang timbul.

Namun, tidak semua pernikahan dini dinilai kurang baik, ada yang berhasil ada yang gagal, tergantung bagaimana menyikapinya. Tapi memang ada baiknya setiap sebuah pernikahan itu direncanakan dengan penuh cinta. Tidak hanya sekedar keinginan yang terlalu menggebu-gebu semata. Kalau kata orang Jawa, alon-alon asal klakon. Jangan terburu-buru, rencanakan dengan baik. Ini sesuai anjuran pemerintah tentang Keluarga Berencana.

Kampanye Cinta Terencana oleh BKKBN

Nah, di atas itu hanya sekelumit cerita yang saya dengar dari hasil pernikahan dini. Di luaran sana mungkin lebih banyak lagi. Jadi, ketika beberapa hari yang lalu saya mendapatkan undangan untuk mengenal dan mencari tau tentang bagaimana idealnya sebuah keluarga. Saya excited sekali, bukan karena ingin mendapatkan alasan atau pembenaran kenapa saya belum menikah. Tapi dari sini saya belajar, bahwa membangun sebuah keluarga itu memang tidak semudah yang kita lihat di depan mata. Ada semacam aturan yang perlu kita pahami, tidak hanya soal agama saja, tapi lebih dari itu. Sebuah perencanaan itu penting. Jangan hanya karena sudah diburu umur atau ekonomi keluarga, akhirnya sembarangan menerima apa saja.

Well, saya mau cerita lagi dari hasil pemaparan yang dijelaskan oleh narasumber Eka Sulistywati Ediningsih dan Psikolog Ibu Roslina Varaul, di sebuah acara Blogger Gathering yang diselenggarakan oleh BKKBN (Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional) dan Media Indonesia, pada tanggal 15 Mei 2018 yang lalu di Museum Penerangan di Taman Mini Indonesia Indah. Event ini untuk menyambut Hari Keluarga Nasional tanggal 29 Juni yang akan datang. Dengan tema, “Membangun Keluarga Berkualitas Dengan Cinta Terencana”. Sekaligus sedang menjalankan kampanye Cinta Terencana.

Bahwa Keluarga Berencana itu nggak hanya mengurusi tentang KB, yang mengurusi tentang gerakan membatasi kelahiran dalam sebuah keluarga, namun lebih dari itu, banyak tugas yang dipegang untuk membangun perkembangan penduduk dan perkembangan keluarga. Melalui BKKBN, pemerintah peduli betul dengan masyarakat Indonesia untuk lebih peduli lagi dengan masa depan sebuah keluarg. Salah satunya untuk mencegah pernikahan dini, terutama di kalangan menengah ke bawah atau di kampung-kampung yang berpandangan bahwa, pernikahan adalah jawaban dari permasalahan-permasalahan yang ada. Upaya pemerintah dalam menentukan kualitas keluarga di Indonesia itu diatur oleh Undang-Undang. Akan tetapi tanggung jawab membentuk keluarga tak hanya oleh Negara saja, atau diri kita sendiri, namun semua orang bertanggung jawab. Tanggung jawab di sini adalah memberikan pemahaman-pemahaman yang berguna untuk seseorang yang akan membangun keluarga.
foto dr dalduksumbar
Dan memang betul, bahkan di dalam agama pun, menikah itu sebaiknya disegerakan, tapi ya itu tadi. Membangun sebuah keluarga itu harus dengan perencanaan nggak hanya mengandalkan cinta saja. Karena tentunya kita nggak ingin, pernikahan jadi sebuah permasalahan baru, seperti cerita saya di atas. Yang justru menambah beban keluarga (orang tua). Kita semua pastinya ingin memiliki keluarga yang harmonis dan bahagia. Walau tingkat kebahagian setiap orang itu berbeda-beda.
Ada program-program yang harus kita rencanakan, yang nantinya akan kita jalani ketika sudah berkeluarga. Keluarga adalah wahana pertama dalam pendidikan, peran keluarga sangat menentukan kuantitas bangsa. Dengan keluarga yang kuat, segala aspek yang lainnya juga akan kuat. Untuk itu, membangun keluarga tidak bisa main-main.

Dan peran orang tua itu penting, peran dalam keluarga juga penting. Ada pendekatan untuk keluarga dalam memahami remaja dalam mempersiapkan kehidupannya nanti saat berkeluarga. BKKBN juga mengajak seluruh keluarga untuk melakuakn salam Genre (Generasi Rencana), yakni salam masa kini untuk memberikan edukasi kepada remaja untuk tidak melakukan pernikahan dini dan tidak melakukan sex bebas. Dan diharapkan untuk meniti kehidupan berkeluarga dengan rencana yang matang Remaja juga diharapkan dapat berprilaku serta menjalani hidup sehat dan tidak menyalahgunaan narkoba.

Dan idealnya seseorang menikah untuk perempuan itu berumur di atas 21 tahun, dan untuk laki-laki di atasa 25 tahun. Lalu bagaimana jika sudah terlanjur melakukan pernikahan dini? Jika sudah terlanjur maka perlu dilakukan pengaturan jarak kelahiran anak. Sebaiknya jarak kelahiran anak pertama dengan kedua adalah minimal 3 tahun. Dan jika sudah menikah atau setelah membentuk keluarga, pasangan yang bersangkutan diberdayakan sebaik mungkin untuk menjaga dan memelihara kesehatan reproduksinya seperti bagaimana melakukan hubungan seksual yang aman dan sehat. Jalin kasih saying dan komunikasi yang baik sehingga segala rintangan yang menghadang dapat diselesaikan dengan baik dan saling percaya. Agar nantinya dalam hubungan rumah tangga dapat menghindari kesalahpahaman yang menyebabkan pertikaian atau pertengkaran. Komunikasi itu penting! Bicarakan setiap masalah agar mendapatkan solusi bersama.
Jadi seperti itulah, membangun sebuah keluarga harus dengan Cinta yang terencana. Dan STOP pernikahan dini, pernikahan anak di bawah usia.



5 comments:

  1. Sekarang banyak yang menikah di usia dini ya. Padahal idealnya 21th lho.

    ReplyDelete
  2. Jarak kelahiran anak memang mempengaruhi banget ya. Kalau terlalu dekat bisa bingung ngurusin anaknya juga.

    ReplyDelete
  3. Replies
    1. Diganti dah taglinenya Koh, sekarang dua anak lebih baik. ;-)

      Delete
  4. Ga bisa komentar lagi, pokoknya tjakep ajah kalau udah Kakah yang nulis. Congratz ya Kak...

    ReplyDelete

Terima Kasih - @melfeyadin