Untuk ketiga kalinya saya dikasih
kesempatan melihat langsung pabrik Indocement, pertama di bulan November yang
lalu di Citeureup, kedua awal Desember ke Pabrik Indocement yang ada di Cirebon
dan ketiga Januari ini di Citeureup juga. Masih sama, bersama teman-teman
blogger dan juga didampingi oleh staff-staff dari Indocementnya langsung. Dan
kali ini saya dan teman-teman lainnya akan mengunjungi Plant 14, pabrik
terbarunya Indocement yang diresmikan tahun 2016 lalu, fasilitas pengolahan AFR
di Plant 7/8 dan Bio Drying Demo Plant.
Di sana kami diajak seperti biasa
berkeliling pabrik, dan mendapatkan arahan tentang safety induction terlebih dahulu. Walaupun Indocement punya
peralatan canggih untuk keselamatan para pekerja maupun tamu yang sedang
berkunjung, tapi kita semua harus mematuhi setiap intruksi keamanan yang sudah
ada. Selama kunjungan kemarin kami juga dibekali dengan sepatu khusus, vest,
masker dan helm yang sesuai standard dan
aturan-aturan yang harus kami perhatikan.
Tempat pertama yang kami datangi adalah diajak untuk melihat control room atau
laboratorium quality control, dari sini seluruh aktivitas proses di dalam
pabrik bisa dilihat dalam ruangan ini, dari bahan baku sampai menjadi semen yang siap
packing. Dengan menggunakan peralatan teknologi robotic yang canggih dan modern, semua pengendalian, mengatur
temperature, mengatur tekanan, semua dilakukan dari control room ini. Di sini kami disambut oleh Bapak Wirya Santika,
manager Plant 14.
Namun untuk kali ini terasa berbeda dan istimewa, karena diberi kesempatan untuk naik ke atas pabrik Plant 14 Indocement yang baru, yang proses groundbreakingnya dilakukan pada Oktober 2013 dan peresmiannya Oktober 2016 lalu, jadi pembangunannya berjalan selama kurang lebih 3 tahun. Kami diajak naik ke atas bangunan pabrik, dengan ketinggian mencapai 150 mdl atau kami berada di lantai 11 pabrik Indocement, dari sana kami bisa melihat pemandangan yang indah memukau mata, hamparan pohon pohon hijau, pemukiman warga, sungai dan tentunya pabrik-pabrik Indocement yang sedang beroperasi. Sedikit agak takut, saat pertama kali harus naik menggunakan lift yang hanya boleh dinaiki sebanyak 10-11 dan harus bergantian itu.
Dari atas plant 14 ini kami bisa
melihat alat-alat tempat pembuatan semen, seperti Kiln atau tanur putar yang temperaturenya mencapai 1400 derajat
celcius, dari pemanasan ini nantinya akan menghasil olahan semen sehingga
menjadi produk semen yang siap didistribusikan dan digunakan.
Plant 14 ini merupakan pabrik yang
memiliki teknologi peralatan quarry, system dan storage yang mutakhir. Yang terintegrasi dengan kapasitas terpasang
sebanyak 4,4 juta ton semen pertahun atau 10.000 ton klinker perhari dan 3 x
240 ton semen per jam. Dari Plant 14 ini kami bisa merasakan getaran-getaran
dari proses semen yang sedang berjalan. Di Citeureup sendiri ada 10 Plant, jadi
kebayang, kan, seberapa banyaknya semen yang dihasilkan dari pabrik yang ada di
Citeureup ini. Bag filter di Plant 14
ini sangat efisien untuk kiln dan cooler gas, yang muatan gas bersihnya
kurang dari 10mg/Nm3.
Selain itu Plant 14 memiliki
efisiensi energi terkini, sistem kendali emisinya tercanggih, dan punya
fasilitas produksi yang ramah lingkungan. Merupakan pabrik dengan pengantongan
semen dan pusat dispatch terbesar di
dunia. Dengan 5 lini fasilitas otomatis penuh, dan total kapasitas yang
dihasilkan itu bisa mencapai 9.000 palet per hari dan 360.000 kantong perhari.
Melihat langsung pabrik semen seperti
ini, membuat saya menjadi tahu, semen berkualitas itu dihasilkan dari pabrik
canggih seperti ini. Nah, selesai mengetahui banyak tentang alat-alat pembuatan
semen di Plant 14 dan melihat cara pengolahannya. Kami diajak ke Plant 7/8 –
AFR (Alternative fuel and Raw Material).
Untuk menghancurkan bahan baku semen
menjadi butiran semen yang halus, perlu pembakaran yang nggak sedikit,
diperlukan sumber energi yang ramah lingkungan, selain menggunakan biodesel
yang dihasilkan dari tanaman seperti pohon jarak pagar, kemiri sunan, maupun bahan
alami lainnya, di pabrik Indocement ini juga mampu menghasilkan dan menggunakan
bahan bakar alternatife. Nah, di Plant 7/8 ini kami diajak untuk melihat
tumpukan sampah, yang dijadikan bahan bakar alternatif, karena semua kompleks
pabrik Indocement mampu untuk menggunakan bahan bakar alternatif.
Di antaranya, untuk limbah non-B3
(Bahan Berbahaya dan Beracun) Indocement menggunakan bahan bakar alternative
dari sekam padi, serbuk gergaji, kertas dan karton, refused derived fuel dan ban bekas. Khusus ban bekas, bahan baku ini
nantinya akan dihancurkan atau dicacah menggunakan peralatan khusus sampai
proses yang siap digunakan menjadi bahan bakar. Indocement sendiri memiliki
izin untuk mengolah limbah B3 sebagai bahan bakar alternatif. Limbah-limbah
yang digunakan ini berasal dari pihak ketiga, limbah dari pabrik Indocement
ataupun limbah sampah dari desa mitra. Untuk contoh limbah B3 yang digunakan
untuk bahan bakar alternatif ini di antaranya menggunakan sludge oil, plastik terkontaminasi, cat bekas dan limbah tekstil
terkontaminasi. Di sini semua sampah akan dihancurkan lalu diproses menjadi
bahan bakar. Total produksinya mencapai 300 ton per hari.
Lalu bagaimana proses menjadikan
limbah sampah dari warga ini bisa dijadikan bahan bakar alternatif? Dari
kunjungan ini setelah melihat langsung pabrik pengolahan semen dan mengetahui
bahan baku apa saja yang dijadikan bahan bakar alternatife, selanjutnya kami
diajak untuk belajar bagaimana proses Bio-drying, yakni proses sampah yang
dikeringkan dan siap dijadikan bahan bakar.
Masih di kawasan kompleks pabrik,
Bio-drying Indocement ini merupakan proyek percontohan pengelolaan sampah rumah
tangga menjadi bahan bakar alternatife. Prosesnya cukup panjang, untuk
menghasilkan sampah yang siap diolah menjadi bahan bakar, diperlukan waktu
sekitar 21-25 hari lamanya. Di Bio-drying demo plant kemain, kami didampingi oleh Pak
Angga, seorang ahli yang dikirim khusus oleh Indocement untuk belajar tentang
pengelolaan sampah di Jerman. Dari Pak Angga, kami dijelaskan bagaimana
sampah-sampah ini kelola.
Sebelum dikirim dan menjadi bahan
bakar yang siap pakai, sampah-sampah ini dikumpulkan menjadi satu, dari semua
jenis sampah rumah tangga, nantinya akan ditutup menggunakan terpal atau
membran khusus yang didatangkan dari Jerman yang bisa mengeluarkan uap air
untuk mengurangi kadar air sampah. Karena sampah-sampah rumah tangga jika sudah
menumpuk akan menjadi basah dan akan menjadi bakteri penyakit, jadi perlu
dikeringkan. Metode yang digunakan adalah pengeringan dengan fermentasi
mikroorganisme. Dan keunggulan Bio-drying
ini adalah meminimalisasi pencemaran udara akibat bau sampah serta menakan
perkembangbiakan lalat. Bio Drying demo plant di Indocement ini juga sebagai
upaya menuju zero waste.
Dan memang benar, selama kunjungan di
Bio-drying demo plant kemarin, kami tidak mencium bau menyengat yang berarti seperti
di tempat sampah kebanyakan. Bio-drying demo plant ini mampu mengolah sampah
sekitar 220 ton sampah. Output dari Bio-Drying ini adalah refused derived fuel (RDF) dan dalam satu kali proses bisa menghasilkan 110 ton
RDF. Tapi hasil akhirnya akan menghasilkan 60 ton saja.
pengen ikutan rasanya T_T
ReplyDelete*elus-elus perut
penasaran deh. bisa gak ya, bio drying ini diterapkan di rumah? :D
ReplyDeleteCanggih bener indocement!
ReplyDeleteah pertanyaan yg sama, bio drying ini bisa diterapkan untuk skala kecil di rumah/lingkungan ga ya
ReplyDeleteJadi pengen liat pabrik Indocement yang di Kalimantan nggak sih? :)
ReplyDeleteKalau saya sih penasaran sama sistem komputernya. Sistem operasi apa yg mereka gunakan, bahasa pemrograman apa yg mereka pakai pada aplikasi mereka, apakah softwarenya beli atau buat sendiri, seperti itu sih
ReplyDelete