Laman

Saturday, 6 January 2018

Buku Ini Akhirnya Saya Baca


Dibeli pada Juli 2007 di Gramedia Ekalokasari, yang sekarang sudah berganti nama menjadi Lippo Mall Bogor. Tapi orang-orang tetap menyebutnya Ekalos. Mall yang sampai sekarang masih ramai dikunjungi warga Bogor. Saya kalau mau dihitung, baru 4 kali menjejakkan kaki ke sana. Terakhir Desember 2017 kemarin. Karena lokasinya agak jauh dari rumah (Cibinong). Buku ini baru mau saya baca. Sepuluh tahun teronggok lemah di lemari, dan sedikit pun belum pernah saya baca. Karena memang buku ini bukan punya saya.

Cerita sedikit, ya. Di Lampung kemarin saya dicurhatin adik sepupu (my brondong Santo Cahkene) waktu dia ngojekin saya diantar sampai ke rumah, "Mbak, aku baru diputusin cewek. Katanya aku terlalu baik buat dia".
Hehe, saya nyengir. Lalu dia bertanya, "Mbak pernah mutusin mantan kayak gitu nggak?" Saya langsung tertawa. Tadinya saya mau cerita banyak tentang "kamu terlalu baik buat aku" ke adik saya itu, tapi karena saya baru sampai di Lampung dengan kondisi yang ngantuk berat karena perjalanan mudik  dari Bogor. Saya menyimpan cerita itu. Dan baru sekarang ketika melihat buku ini saya jadi ingat tentang dia yang pernah saya putusin dengan kalimat yang sama.

... To, ada dua alasan kenapa perempuan mutusin pacarnya dengan kalimat klasik seperti itu. Pertama, karena dia memang terlalu baik, dan kedua karena perempuan itu brengsek. Jadi nggak cuma laki-laki aja yang brengsek, perempuan itu kadang lebih kejam. Meninggalkan pacarnya untuk laki-laki lain dan ambisinya. (Duh!)

Dan Mba Melly ada di nomor dua. Tapi dia, mantan Mba Melly yang paling baik banget, To. Kalau kamu tanya, apa Mbak Melly menyesal? Jawabannya iya. Tapi justru Mbak Melly akan semakin menyesal kalau nggak segera mutusin dia saat itu.

Buku ini mau saya baca. Waktu itu saya dan dia lagi nge-date (pacaran) di Ekalos. Dia datang jauh-jauh dari kota sebelah, naik motor berjuang di tengah macetnya jalanan dan panasnya matahari. Kita beli beberapa buku di Gramedia, termasuk buku 'Jelajah Diri' punya dia yang saya posting ini. Dari Gramedia itu kita lanjut makan di foodcourt di gedung yang sama.

Brengseknya saya ada di momen ini saat kita lagi makan dan bercerita banyak hal tentang keluarga dan rencana masa depan yang indah. Saya menerima telpon dari laki laki nan jauh di sana yang menjadi pacar ke dua saya. Dia tau, tapi pura-pura nggak tau. Dia nggak marah, itu kenapa saya mutusin dia. Dia baik membiarkan saya punya pacar selain dia.

Kalau dia baik kenapa kamu mendua? Hahaha, itulah, saya juga nggak tau jawabannya. Mungkin saat itu saya memang perempuan yang nggak tau diri. Atau? Nggak tau deh. Mungkin saya memang belum dewasa saat itu. Saya belum bisa membedakan mana yang baik dan yang baik sementara. Hati saya ditutupi oleh amarah pada satu kenyataan yang saya terima saat itu hingga saat ini. Saya melampiaskan kekesalan pada orang yang nggak bersalah.

Buku ini mau saya baca, karena saya butuh menjelajah diri sekarang. Saya sedang butuh dukungan, butuh menceritakan banyak hal kepada orang-orang yang bisa saya percaya. Tapi sayangnya, saya sendiri sulit untuk percaya kepada diri saya sendiri dan pada beberapa hal yang menjadi keyakinan saya. Nanti, nanti saya akan cerita tentang itu. Tenang, ini bukan soal pacar, karena cinta atau hubungan antar manusia (laki-laki dan perempuan semata), atau mungkin akan menyangka karena saya belum menikah? Nggak kok, saya nggak se-cupu itu.

Ngga apa-apa kan kalau saya curhat di blog? Tolong, jangan ghibahin saya hehe. Karena pada dasarnya, saya membuat blog itu memang untuk tempat curhat. Saat ini saya dalam kondisi psikis yang nggak baik. Beberapa bulan yang lalu, saya hampir 'gila'. Mungkin itu tanda-tanda gejala depresi seperti yang sering saya baca. Kata orang, obat hati adalah ikhlas. Tapi sepertinya saya sedang kalah oleh keadaan. Saya terus bertanya, kenapa harus saya? Kenapa harus saya, kenapa nggak mereka-mereka saja yang lebih kuat menghadapinya?

Psikologis spiritual saya sedang dalam masalah. Buku ini baru saya baca dan saya berterima kasih pada mantan saya itu. Sudah meninggalkan buku yang sangat berguna untuk saya saat ini. Terima kasih, kamu memang terlalu baik buat saya. Sepuluh tahun berlalu dan saya masih belum sembuh, dan mungkin semakin parah.

Jelajah Diri, Buku Ini Akhirnya Saya Baca.

Saya pernah memutuskan untuk mengakhiri saja hidup ini, dengan pikiran, ngapain saya hidup lama-lama menunggu ajal tiba, toh kalau pada akhirnya saya akan mati juga, entah sekarang, satu menit kemudian, satu hari, sepuluh hari, 3 bulan, 5 bulan atau hingga sepuluh tahun seperti sekarang (yang ternyata saya masih hidup). Nggak tau besok. Karena memang kita nggak pernah tau. Itu adalah misteri yang sulit dipecahkan oleh manusia. Kita hanya diberi petunjuk, tapi nggak tau kapan tepatnya.

Mungkin sering kita mendengar orang-orang yang ingin bunuh diri lalu dibully dan dihujat nggak punya iman dan sebagainya, dengan kata-kata yang menyakitkan. Bukannya membantu tapi justru mendorong lebih ke dalam jurang ketidak peduliannya terhadap dirinya sendiri. Ini yang bahaya, seharusnya kita nggak menambah beban psikis yang lagi dia derita. Orang-orang seperti ini cuma butuh tempat curhat untuk mengeluarkan semua energi negatif yang mengendap di hatinya. Mengeluarkan semua kekecewaan yang dia rasakan. Pengendalian dirinya lemah. Bingung menyalurkan keresahan yang ada di dalam dirinya. Agama memang harus menjadi pegangan kuat agar jiwa-jiwa yang kosong terpenuhi, sehingga perasaan hampa dari ketidak mampuannya mengenali diri pelan-pelan berubah menjadi positif. Dan tentunya orang-orang sekitar yang mau merangkulnya, perduli padanya, menggenggam erat tangannya. Karena orang-orang seperti ini bukan nggak kuat iman, tapi setiap orang punya kemampuan yang berbeda dalam menerima peristiwa yang terjadi dalam hidupnya.

Buku ini membahas mengenali konsep mengenai diri. Isinya agak berat buat saya, banyak kata-kata asing yang sedikit sulit saya mengerti, berkali-kali mengerutkan dahi dan membuka kamus google, untuk tau artinya apa. Banyak istilah-istilah yang membutuhkan pemahaman tinggi. Dengan kondisi saya sekarang ini, saya lambat mencernanya. Jadi musti pelan-pelan membacanya supaya saya paham dan bisa mengambil pelajaran yang disampaikan penulisnya, Syekh Fadhlalla Haeri.

Jelajah Diri mempersembahkan konsep Islam tentang kepribadian. Pembahasannya dibagi dalam 5 bab sebanyak 295 halaman. Di buku ini Syekh Haeri nggak cuma mengajak kita memahami diri-menemukan pengetahuan diri secara psikologis dan spiritual-tapi juga memberi contoh.

Tapi, saya lagi nggak mau mereview buku ini, kok, saya hanya pengen curhat. Curhat awal tahun tepatnya..hehe. Dan curhat dengan cara menulis di blog seperti ini sedikit efektif buat saya mengeluarkan energi-energi yang membuat saya seperti orang yang nggak waras lagi. Hahaha. Tapi tenang, kok. Saya Insya Allah tetap bisa membuat hidup nyaman dinikmati.

4 comments:

  1. Mba meeelll,aq peluuuk yaa

    ReplyDelete
  2. Peluuuuk mbak mel. Gpp kok mbakmel. Akupun selain buat sharing bikin blog juga buat curhat. Mangat mbakmel!!!:))

    ttd,
    Yg lagi berusaha melepas masa lalu he he

    ReplyDelete
  3. "Kamu terlalu baik buat Aku". Yaudah Aku akan jahat ke Kamu, hahaha.

    ReplyDelete
  4. Peluk sayang dan doa buat Melly. Insya Allah semua yang negatif akan berlalu. Usia kepala 2 kadang ada masa-masa kosong, lonely, kayak gitu. Tapi cuma sebentar. Insya Allah doa orang tua, dan amal kebaikan kita jadi penolong di samping pertolongan Allah.

    ReplyDelete

Terima Kasih - @melfeyadin