Untuk kedua kalinya
saya mengunjungi Kota Cirebon, kota kecil yang punya banyak nilai sejarah dan cerita
kenangan bagi setiap orang yang mendatanginya. Namun saya akan bicara jujur,
saya agak kecewa waktu pertama kali datang ke Cirebon dan mengunjungi beberapa tempat wisata
sejarah yang menjadi andalan di sana beberapa bulan yang lalu. Seperti Keraton
Kasepuhan dan Masjid Agung Sang Cipta Rasa. Saya melihat dua tempat wisata ini
agak kotor dalam pemeliharaan kebersihannya. Lalu yang membuat saya tidak
nyaman selama berada di sana, karena ada banyaknya peminta sedekah yang sedikit
memaksa. Di luar keraton maupun di
dalamnya. Rumput-rumput pun dibiarkan tumbuh meninggi seperti sudah lama tidak
dipotong, juga debu-debu yang menebal di benda-benda bersejarah yang ada di
dalam museum yang ada di dalam keraton, pendopo yang berserakan daun kering. Padahal
petugas kebersihannya banyak sekali di sana, namun sayang, area Keraton itu
kotor sekali saya lihat.
Well, saya nggak mau bahas itu banyak-banyak, karena
ternyata saya dikasih kesempatan lagi untuk mengunjungi Cirebon dalam momen
yang berbeda pada tanggal 12 Desember 2017 yang lalu. Jika sebelumnya saya ke Cirebon naik bus
dengan waktu perjalanan kurang 3-4 jam disertai macet, kali ini saya bersama
teman-teman blogger menggunakan Kereta Api Indonesia yang bebas macet.
Yup, saya akan
melihat Cirebon dari sisi lain yang berbeda. Karena pada kesempatan itu, saya
diajak oleh PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. – Indocement (lagi) untuk
melihat dan berkeliling Komplek Pabrik Indocement yang ada di Palimanan,
Cirebon, serta potensi wisata yang ada di sana.
Nah, sebelumnya saya juga sudah diajak keliling Pabrik Indocement yang
ada di Citeureup, Bogor, bisa lihat postingan saya di sini.
Di Kompleks Pabrik
Palimanan ini terdapat 2 pabrik Indocement. Tahun 1991 Indocement mengakuisisi pabrik baru yang menjadi Plant 9
dan membangun Plant 10 di Kompleks Pabrik Palimanan pada 1996. Selain di Citeureup
dan Palimanan, Indocement juga memiliki pabrik di Tarjun, Kotabaru, Kalimantan
Selatan. Jika dijumlahkan, ada 13 pabrik Indocement yang beroperasi, 10 di
Citeureup, Bogor, 2 di Palimanan, Cirebon dan 1 di Tarjun, Kalimantan Selatan.
Jam setengah lima
pagi di bawah rintik hujan kota Bogor, saya berangkat menggunakan kereta commuter line dari stasiun Bojong Gede
ke Stasiun Gambir, meeting poin kami sebelum berangkat ke Cirebon dengan jadwal
jam 7 pagi. Di tiket boarding pass KA
Argo Mulia, tertera jam 09.51 wib tiba
di Stasiun Cirebon. Namun ternyata keretanya lebih cepat sampai, sekitar jam
setengah 10 kami sudah menghirup udara pagi kota Cirebon disambut oleh
bapak-bapak perwakilan dari Indocement Palimanan, dan masih disambut oleh gerimis
mendung yang syahdu.
Agenda kami hari itu selama di Cirebon adalah
mengunjungi 3 lokasi pencapaian program CSR Indocement. Dua dari lokasi
tersebut adanya di area Kompleks Pabrik Palimanan dan satunya terletak di desa mitra
yang tidak jauh dari komplek Pabrik.
Objek Wisata Banyu Panas
Perjalanan dari
Stasiun Cirebon ke Kompleks Pabrik Palimanan memakan waktu sekitar 45 menit. Dengan
mengendarai bus, tujuan pertama kami adalah Obyek Wisata Banyu Panas yang
berlokasi di kompleks pabrik. Sebelum ke sini, saya diceritakan oleh Ibu Kosan
(asal Cirebon) bahwa ada pemandian air panas yang ramai dikunjungi warga bila
hari libur, yang tidak jauh dari Pabrik Indocement.
Awalnya saya tidak
tahu jika pemandian air panas ini termasuk dalam objek wisata yang dikelola
oleh Indocement melalui Koperasi Manunggal Perkasa. Dari keterangan Pak Sunari,
selaku ketua Koperasi, kami mendapatkan keterangan, bahwa Indocement berkontribusi
dalam melestarikan dan membangun objek wisata alam Banyu Panas ini. Diresmikan
pada Oktober 2010, Wisata Banyu Panas menjadi tujuan favorite warga di akhir
pekan. Di tahun 2016 wisatawan yang datang mencapai 9.500an pengunjung, lho. Di
tahun yang sama pendapatan atau keuntungan bersih dari objek wisata ini
mencapai Rp. 309 juta rupiah dan menyumbang pendapatan asli daerah sebesar Rp.
89 juta. Karena selain pemandian air panasnya, keindahan alam sekitarnya yang
memanjakan mata karena terawat dengan baik.
Tiket masuknya juga
murah, untuk umum dikenakan tiket masuk Rp. 10.000, pengunjung bebas ingin
berendam. Saat kami datang, sedang tidak banyak pengunjung, mungkin karena
masih pagi dan di hari kerja. Dengan suhu panas mencapai 40 derajat, tidak banyak
yang berani berendam terlalu lama. Dan memang ada peringatan oleh pengelola
melalui papan atau announcer, untuk jangan terlalu lama berada di dalam air
kolam, maksimal 15 menit sekali harus keluar. Karena bahaya dari kandungan belerang
jika terlalu banyak terhirup oleh manusia. Ada 2 kolam yang disediakan oleh
pengelola untuk digunakan masyarakat. Satu kolam untuk orang dewasa dengan suhu
panas tertinggi 40 derajat, dan satu lagi untuk anak-anak atau bagi mereka yang
tidak tahan panas, karena temperaturnya lebih rendah.
Indocement melalui
Koperasi Manunggal Perkasa, menyediakan alat pengatur suhu air dan bisa
terlihat oleh semua orang, dan ditandai dengan batas aman untuk digunakan. Dan
menariknya di Objek Wisata Banyu Panas Palimanan dengan luas 15 ha ini tersedia
sarana dan prasarana yang lengkap, seperti kolam pemandian air panas tentunya,
kolam berendam, MCK dan kamar mandi yang bersih, parkir yang luas, Musolla dan
saung-saung untuk beristirahat. Dan tak lupa juga, ada banyak sarana permaianan
yang bisa dipakai pengunjung terutama anak-anak untuk bermain, beberapa yakni
ayunan, perosotan. Suasananya menyenangkan, karena pemandangan di sekitar juga
penuh pohon-pohon yang rimbun untuk berteduh jika cuaca panas.
Selain kolam
pemandian air dan kolam berendam, tidak jauh dari situ terdapat aliran air
menyerupai sungai yang tidak terlalu deras, dan lumpurnya bisa digunakan untuk
luluran, konon lumpur dari sisa-sisa belerang ini dimanfaatkan warga untuk
mengobati penyakit, seperti jerawat dan lainnya.
Seru, sayang kami
tidak boleh mandi, karena memang waktunya terbatas, tapi saya sempat merendamkan
kaki sebentar, yang rasanya seperti kaki tersiram air panas. Dari sini kami diajak makan siang bersama para
direksi, dengan menu khas Cirebon tentunya, Empang Gentong, Empal Asem yang
sangat lezat sekali. Terima kasih Indocement kami disuguhi makanan yang
enak-enak selama kunjungan ke Kompleks Pabrik Palimanan.
Pusat Penelitian, Pelatihan dan Pemberdayaan Masyarakat
(P4M)
Setelah puas
merasakan air panas belerang, setelah makan siang tujuan kami selanjutnya
adalah Pusat Penelitian, Pelatihan dan Pemberdayaan Masyarakat atau disingkat
P4M. Karena merupakan pusat penelitian, tentulah tempat ini sangat menarik dan
penuh edukasi. P4M pertama kali beroperas tahun 2009, sebelumnya, tempat ini
gersang, namun dari pengelolaan Indocement, menjadi wadah bagi masyarakat untuk
meningkatkan ilmu pengetahuan di bidangnya masing-masing, sehingga warga dapat
memanfaatkan sesuai potensi sumber daya alam yang ada di desa sekitarnya. Di
sini kami ditemani oleh Pak Misnen dan Pak Lancar, yang menjelaskan banyak hal
tentan P4M dan nantinya berlanjut sampai ke kunjungan di Kampung Batik Tulis
Ciwaringin.
Saya suka sekali di
bagian ini, karena melihat banyak tanaman yang menjadi bahan penelitian, yang
tumbuh subur dan bermacam-macam yang dibagi berdasarkan kelompok tanaman, ingin
rasanya berlama-lama atau ikut dalam melakukan penelitian, agar saya mendapat
tambahan ilmu dalam bercocok tanam. Agak berbeda dengan Kebun Tegal Panjang
yang ada di Komplek Pabrik Citeureup sebagai tempat laboratoriun
pertanian/perkebunan, di P4M ini dibuat bertujuan sebagai tempat penelitian
tentunya, dan juga entrepenuer
agribisnis, sekaligus tempat belajar dan berlatih untuk masyakarat yang ingin
mengembangkan serta meningkatkan pengetahuan di bidang pertanian, perikanan dan
perternakan.
Iya, selain tanaman,
di P4M ini juga tersedia area perternakan, ada ternak Kambing/Domba dan juga
Sapi. Untuk perikanan, ada banyak kolam-kolam dengan berbagai jenis ikan.
P4M juga menyediakan
fasilitas lainnya, seperti Green House,
di sini kita bisa lihat tumbuhan yang ditanam dengan cara sistem hidroponik,
seperti Seledri, Kembang Kol dan beberapa yang lain. Lalu ada Kolam Ikan, lahan
budidaya tanaman, kebun bibit, laboratorium, perpustakaan, perternakan tadi,
lahan percobaan tanaman pangan dan sayur, dan kumbung jamur yang sangat gelap.
Sayangnya sewaktu kami ke sana, beberapa tanaman baru saja selesai dipanen.
Tanaman-tanaman obat juga ditemukan di area P4M, menarik buat saya, beberapa
tanaman langka atau yang jarang di temui ada di sini juga.
Ruang lingkup P4M
juga meliputi berbagai kegiatan seperti, penelitian dan marketing produk,
pelatihan agribisnis dan pengelolaan lingkungan, pendampingan pasca pelatihan,
dan laboratorium dan konsultasi.
Sebagian hasilnya nanti akan kita lihat di kunjungan ke Kampung Batik
Tulis Ciwaringin.
Di sini juga kami
bisa melihat proses pembuatan keripik nangka, dari penggorengan, pengepakan,
yang hasilnya akan disalurkan ke toko-toko atau rumah makan. Walaupun masih
banyak kendala dalam hal pemasaran, namun P4M terus berupaya membimbing dan
melakukan pelatihan sehingga warga mampu mengolah hasil sumber daya alam sendiri.
Adapun
program-program yang dilakukan P4M sebagai berikut:
- Energy crops and waste
- Agribisnis pertanian dan perternakan
- Budidaya Rosela
- Budidaya jamur
- Ternak domba dan sapi
- Budidaya pagi semi organic jajar legowo
- Pengelolaan lingkungan hidup
- Embung Tegal Gaga Cikeusal dan Cisonggom, Palimanan Barat
-
Alternative fuel dan Biofertilizer
- Mitigasi iklam dengan pengelolaan sampah mandiri ramah
lingkungan
- Sekolah berwawasan lingkungan (SMP 1 Gempol dan SMAN 1
Palimanan)
- Proklim Desa Cupang dan Cikeusal
Banyak sekali pengetahuan yang kami dapat saat berkunjung di P4M ini, yang sangat bermanfaat sekali bagi masyarakat sekitar komplek pabrik.
Program Pendampingan dan CSR untuk Kampung Batik Tulis
Ciwaringin.
Nah, yang
ditunggu-tunggu akhirnya datang juga, alasan saya tertarik untuk ikut kunjungan
ke Pabrik Palimanan hari itu adalah mengunjungi Kampung Batik Tulis Ciwaringin.
Alasannya, saya nggak banyak tau tentang Batik, bagaimana proses membatik terutama
batik tulis, seperti apa pembuatannya dan sebagainya. Di sini kami
diperlihatkan aktivitas warga yang sedang membatik. Well, saya antusias. Namun
ada sedikit kekecewaan yang saya soroti sebelum membahas lebih jauh, ketika
memasuki Kampung Batik ini. Sebelumnya saya membayangkan Kampung Batik yang
bersih, tapi ketika masuk pintu gerbangnya, saya melihat banyak sampah
berserakan di sekitar aliran sungai dan sedikit tidak rapih. Ya, mungkin ini
memang bukan kampung wisata, tapi melihat kontribusi Indocement dalam setahun
terakhir, sepertinya potensinya sangat besar untuk jadi destinasi wisata,
edukasi membatik. Sayang kalau misal kebersihannya kurang dijaga. Karena untuk
alasan lain, saya ingin ke sini lagi, memborong batik tulis Ciwaringin.
Jika selama ini kita
sering mengeluh kenapa harga Batik itu mahal sekali, di sini
saya menjadi tau penyebabnya. Untuk sebuah karya seni yang baik (karena batik
adalah karya seni) apalagi batik tulis nggak layak jika menghargai karya
tersebut dengan harga murah, apalagi setelah melihat proses pembuatannya yang
sedikit rumit. Dari penjelasan warga, proses membatik itu membutuhkan banyak
waktu dan kesabaran tingkat tinggi. Dari pemilihan/pemberian warna, bahan,
motif, membatik, mencelup, menjemur hingga menjadi selembar kain batik yang
siap kita jadikan busana.
Tapi apa sih,
kontribusi Indocement untuk Kampung Batik Tulis Ciwaringin, apa keistimewaan
dari batik tulis Ciwaringin? Salah satunya, batik-batik yang dijual di
toko-toko besar di Cirebon asalnya dari Kampung Batik ini.
Yuk, ikuti saya
jalan-jalan ke sana. Saya belum puas, hingga rasanya ingin belajar membuat
batik sendiri.. hehe.
Tahun 2005 hingga
2015, Indocement memulai bantuan permodalan melalui program CSR. Tahun 2009
membuat pelatihan produksi bersih (perwarna alamiah) ECONID.
Jadi ini salah satu
ciri khas dari Batik Ciwaringin, yakni menggunakan perwarna alami, dari
bahan-bahan alam, seperti dari kulit kayu mangga, kulit pohon mahoni, indigo
dan lain sebagainya. Pembuatan batik Ciwaringin ini full batik tulis,
dikerjakan oleh tangan-tangan yang terampil. Motif-motif yang dibuat punya ciri
khas sederhana dan lugas, karakteristiknya batik pedalaman, terlihat agak
jadul, namun disitulah nilai seninya. Karena menggunakan pewarna alami, warna-warna
yang dihasilkan terlihat lebih soft, pudar tidak mencolok seperti pewarna
sintesis yang lebih terang.
Kontribusi lainnya
yang dilakukan Indocement meliputi sebagai berikut. Di tahun 2011-2012
Indocement memberikan pelatihan membatik, membangun sarana dan prasarana
kampung batik, pembangunan IPAL, dan meningkatkan kualitas batik. Hingga
berlanjut ditahun-tahun berikutnya, Indocement terus melakukan pembinaan
pemberdayaan Kampung Batik Tulis Ciwaringin. Tahun 2013-2015 terus melakukan
penerapan produksi benih – ECONID, membangun sentra pelatihan ZPA, menerbitkan
buku “The Chanting of Ciwaringin” hingga membuat motif batik khas Ciwaringin
dan mendorong penerbitan atas hak paten motif tersebut.
Membatik itu memang
susah, jika kita tak tahu tekniknya. Jadi, jangan remehkan para pembatik yang
sudah bersusah payah membuat selembar batik tulis yang indah. Tapi perjuangan
mereka ini mendapatkan apreasiasi dari kementrian bappenas dalam program ISDA
2017. Yakni di tahun 2017 ini Kampung Batik Tulis Ciwaringin mendapatkan
penghargaan Platinum Tingkat Nasional, sebagai CSR Best Practice for MDGs to
SDGs Kategori Tanpa Kemiskinan/Pilar 1 Pembangunan Sosial. Wow, keren ya.
Dan banyak lagi
hasil pencapaian pemberdayaan yang sudah dilakukan Indocement, dilihat dari berbagai
aspek. Melalui Koperasi Anugerah Batik Ciwaringin dan bekerjasama dengan
Lembaga Chain Center UGM untuk membuka pelatihan membatik menggunakan kain
sutra untuk semua kalangan. Dalam aspek lingkungan, terlihat dari hasil
pengolahan limbah. Dengan mengurangi pembuatan batik dengan pewarna sintesis,
secara perlahan 85% pengrajin di Kampung Batik Tulis Ciwaringin sudah
menggunakan pewarna alami, sehingga limbahnya bisa digunakan kembali.
Dari aspek sosial,
peran Koperasi Anugerah Batik terasa sekali bagi pengrajin batik. Yang tadinya
anggota masih sedikit sekitar 29 orang di tahun 2013, saat ini bertambah
menjadi 64 orang. Dan angka ini perlahan mengurangi pengangguran serta
keinginan warga meninggalkan kampung untuk bekerja ke luar negeri. Dan tentunya
jadi meningkatkan ekonomi masyarakat dan pendapatan daerah.
Seru, banyak sekali pengetahuan baru tentang batik dari sini, sayang sekali saya nggak sempat membeli batik satu lembar pun, tapi ini jadi alasan saya untuk kembali ke sana.
Seru, banyak sekali pengetahuan baru tentang batik dari sini, sayang sekali saya nggak sempat membeli batik satu lembar pun, tapi ini jadi alasan saya untuk kembali ke sana.
Jeruk sambelnya nge-gemesin yaaa. Berasa pingin bawa pulang trus segera cucurin jeruknya di ulekan sambel ga sih? Haahha
ReplyDeleteIya, mbak, baunya itu menggugah bangeeet
Deleteaku belum sempat ke cirebon waktu masih tinggal di bandung, menarik buat diexplore ni.
ReplyDeleteAyooo ke Cirebin, kok. Asik kok kalau ingin mengenal sejarah
DeleteBetul, untuk wisata di Kota Cirebon itu sangat tidak terawat, pimpinan daerah silih berganti namun tidak ada yang konsen melihat pariwisata sebagai aset pendapatan daerah dan melestarikan sejarah. Saya lahir dan besar di Cirebon pun jengah melihat perkembangan kota sebesar upil bergerak lamban, patut disayangkan. Jika Kota Cirebon dijual ke pengembang, akan lain ceritanya. #terlalu
ReplyDelete