Saya masih ingat, dua tahun lalu kami sekeluarga panik banget, ketika kakak saya, Mbak, Ria tiba-tiba mengeluh sakit perut. Itu tengah malam sekitar jam 12-an. Saat itu yang ada dalam pikiran kami adalah cepat-cepat membawa dia ke dokter. Namun saya bertanya dulu, apa yang dia rasakan? Dia bilang perutnya melilit, seperti dicubit-cubit, perih dan dia mengucapkan hal itu sambil menangis, meringis dan tertunduk memegangi perutnya. Kita jelas khawatir, sebelum berangkat ke dokter, dia kami interogasi lagi, siangnya habis makan apa saja, jangan-jangan keracunan makanan? Tapi dari tanda-tandanya nggak seperti itu.
Saya mendiagnosa sendiri kalau kakak saya terserang maag, saya suruh dia minum obat maag sementara yang selalu saya sediakan di rumah. Tapi kakak saya ini agak ngeyel , dia kekeuh nggak mau minum, karena katanya siang sudah minum obat, dan malah berpikiran lain, karena yang ada dalam pikirannya adalah, "gimana kalau gw kena usus buntu? gw kudu di operasi, kan?" Huh, rasanya sebel sekali waktu dengar dia ngomong seperti itu. Kenapa pikirannya kemana-mana, kenapa nggak coba dulu obat-obatang yang biasa keluarga kami konsumsi jika mengalami sakit perut seperti itu. Ini untuk meredakan nyeri sementara waktu, sebelum dibawa dan diperiksa oleh dokter.