Monday, 31 October 2016

Melihat Jakarta di Malam Hari Saat Sedang Jatuh Cinta

Jakarta
Hampir jam sebelas malam saya baru sampai rumah, pelan-pelan membuka pagar dengan badan yang sedikit basah karena kehujanan dari Stasiun Bojong Gede. Perjalanan pulang dari jalan bareng Indonesia Corners menyusuri Jakarta di malam hari memang agak sedikit telat. Walaupun acaranya sendiri selesai sekitar pukul 7 pm, tapi saya dan beberapa teman melanjutkan malam mingguan di Jln Agus Salim yang lebih dikenal dengan sebutan Jalan Sabang, yang terkenal dengan aneka kulinernya dan jadi tempat hang out anak Jakarta di malam hari untuk mengisi perut dan bercengkerama melepas rindu bersama.

Monas
Makan malam bersama
Malam yang dingin dengan perasaan yang campur aduk juga. Kami memesan menu olahan mie dari cabang Roxy yang tendanya mangkal pas di depan sebuah Swalayan. Awalnya saya bingung di mana Jln Sabang? karena cek di google maps bukan itu namanya. Yang ternyata jika siang hari saya pernah menghadiri sebuah acara di sana, di gedung kantornya salah satu provider dan smartphone ternama.
Hujan dan iringan musik pengamen jalanan menjadikan malam itu semakin berwarna, lelah seharian berjalan-jalan dari Balai Kota, Kota Tua dan Monas seperti hidangan komplit yang harus saya kenang jejaknya sepanjang masa.

Balai Kota dan Pintarnya Mengelola Kota

Tanggal 22 Oktober 2016 tepatnya, saya janjian dengan teman-teman peserta yang dari Bekasi di Stasiun Juanda ke Balai Kota sebagai tempat meeting point, lalu naik TransJakarta yang transit di Harmoni dan menyambung lagi jurusan Monas. Sebenarnya bisa naik Bus City Tour dari halte Juanda atau di depan pintu masuk Masjid Istiqlal yang bisa turun langsung di halte Balai Kota. Dari Halte Monas kita bisa melanjutkan lagi Transjakarta ke Balai Kota, tapi saya mengajak teman-teman memilih berjalan kaki sampai sana.


Di sana, sudah banyak teman-teman peserta yang datang, ada Mas Fajrin dari Lampung, ada Ulu dari Bandung, ada teman-teman dari Planet Bekasi tadi, Dian, Tiwi and the gank, ada yang dari Tangerang, Bogor saya sendiri, aah banyak sekali, teman-teman baru yang semuanya asik dan membawa energi positif perjalanan hari itu. Nggak lupa, tante-tante kece dan om Admin Indonesian Corners, Mbak Donna Imelda yang always positif dan bersemangat, Mbak Evi tante idola yang berjiwa muda, dan Mas Salman yang paling ganteng dan seksi se Jakarta Kota.

Memulainya dengan perkenalan, membagi kelompok dan bagi-bagi oleh-oleh tentunya. Membaur dengan yang lain dan akhirnya melangkah bersama menilik seperti apa Jakarta Smart City yang berkantor di Balai Kota. Oh, kita semua harus tau, Jakarta perlahan berubah membaik, perbaikan drainase, mengeluarkan sampah yang menyumbat got-got penyebab banjir, mengangkut sampah dari bantaran kali, memantau keamanan dan semua dilakukan melalui teknologi yang dikelola secara profesional agar Jakarta menjadi Ibu Kota yang nyaman bagi semua warganya.

Jakarta Smart City
Mengutip artinya dari majalah Media Jaya, Jakarta Smart City adalah sebuah penerapan konsep kota yang cerdas atau pintar yang mengoptimalkan pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK), untuk mengetahui, memahami, dan mengendalikan berbagai sumber daya di dalam kota se-efektif dan se-efisien mungkin. Demi memaksimalkan pelayanan publik dan memberikan solusi dari setiap permasalahan yang ada. Serta mendukung pembangunan yang berkelanjutan.

Jakarta Smart City
Saat kami di sana, kami diajak untuk office tour, melihat seperti apa kerja Jakarta Smart City Dari layar lebar yang tersambung jaringan internet, dari situ kita bisa melihat titik-titik Jakarta yang ditandai dengan berbagai warna. Melalui pemanfaatan teknologi, warga Jakarta bisa langsung melaporkan apa saja yang terjadi disekitarnya dengan Qlue, aplikasi smartphone yang bisa diunduh oleh semua warga Jakarta. melaporkan seperti adanya penumpukan sampah, banjir, dan masalah-masalah lain yang mengusik hati dan mata.

Alquran Raksasa dalam Balai Kota
Blogger
Setelah puas mendapatkan penjelasan ini dan itu dari tenaga profesional yang bekerja di Kantor Jakarta Smart City, kami melanjutkan untuk pura-pura menjadi turis dan menikmati Balai Kota yang seperti istana (bagi saya). Yup, kantor gubernur ini benar-benar megah, gedungnya khas dengan pilar tinggi dari Jaman Belanda. Memasuki Balai Kota seperti saya memasuki Istana Bogor, ada banyak ruang-ruang khusus yang indah dan luas. Di depannya pun ada kolam air mancur yang menambah sejuknya Balai Kota. Puas memotret apa saja yang ada di dalamnya, Indonesian Corners mengajak kami menunggu Bus City Tour yang akan membawa kami melihat artistiknya Kota Tua dan Monas di hari yang menjadi tema perjalanan kami kali ini, yakni Jakarta Night Journey.

Kota Tua dan Monumen Nasional yang Begitu Luar Biasa.

Sungguh, hari itu sebenarnya saya iri melihat teman-teman lain yang membawa peralatan kamera lengkap dengan aksesoris lainnya dan juga dari smartphone ter-update dengan teknologi kamera kekinian. Yang mereka gunakan untuk mengabadikan dan merekam setiap hal yang ada di depan mata, dari hiruk pikuk keramaian Kota, klasiknya gedung-gedung di sekitaran Kota Tua sampai indahnya Jakarta di lihat dari atas Monas dengan kerlap kerlip lampunya di bawah sana.
Seandainya, di tangan saya ada Smartphone serupa yang sudah memenuhi semua keinginan saya tersebut. Yang bisa mengambil foto-foto cantik dari jarak jauh tapi dengan cara lebih mudah. Yang hasilnya lebih fokus, lebih cepat, lebih jernih, warnanya lebih tajam dan lebih baik lagi dari kamera smartphone yang saya gunakan sekarang. Apalagi pas momen-momen selfie di perjalanan bersama Indonesian Corners kemarin, saya lebih banyak dipinjami kamera smartphonenya Mas Fajrin, teman saya dari Lampung.

Model di Kota Tua :p
Tapi, ada bisik-bisik selama kami menikmati macetnya perjalanan dari Balai Kota ke Kota Tua Jakarta sore hari itu. Katanya, Asus, sebuah merek smartphone yang lagi digandrungi pecinta gagdet saat ini sedang mengeluarkan seri Zenfone 3 terbaru. Fitur-fitur canggihnya itu membuat saya langsung terpana. Bayangkan taglinenya aja Built to Photography, karena Camera PixelMaster 3.0-nya itu bikin Asus Zenfone 3 ini langsung jadi daftar pertama  smartphone yang saya khayalkan buat jadi teman perjalanan hari itu. Karena sudah menggunakan TriTech auto focus dengan kombinasi software eklusive, tiga teknis fokus independennya itu sudah mendeteksi kontras  untuk continues focus, jarak 1.5 meter tetep jernih karena auto focus dan phase detectionnya. Belum lagi tampilannya keren dengan body yang super tipis

 
Asus ZenFone 3

Performannya juga lincah, kebayangkan jika traveling membawa Asus Zenfone 3 ini dalam Jakarta Night Journey kemarin. Mau motret-motret dan bikin video blog dari setiap sudut keindahan Kota Jakarta nggak perlu lama menunggu loading sekian detik atau khawatir lowbat. Karena prosesornya sudah diperkuat sama octa-core-nya Qualcomm Snapdragon 625 yang menambah efisiensi energi 35% lebih tinggi.
Dan satuuu lagi, traveling itu nggak afdol jika tidak langsung update di sosial media. Satu yang pasti, kecepatan internet adalah kunci utamanya, jaringan internet lancar tapi jika tidak didukung sama modem Qualcomm Snapdragon X9 LTE yang kuat juga, seperti makan sayur tanpa garam. Modem yang sudah tersemat di Asus ZenFone 3 ini sudah jadi pasangan serasi buat para traveler. Ada yang bilang, tidak apa-apa jadi jomblo imut asal smartphonenya canggih dan jaringan internet juga ngebut..#Eaaaa.

Asus ZenPower Ultra
Ah, seandainya.. ya. Tapi ngga apa, walaupun belum punya smarphone Asus Zenfone 3, tapi menyusuri Jakarta kemarin itu saya terselamatkan dengan adanya Asus ZenPower Ultra, power bank yang punya daya tahan maksimal, yang punya kapasitas 20.100 mAh. Jadi, aktivitas live twit di outdoor yang sinyalnya kadang naik turun dan cepat menghabiskan batre itu menjadi aman. Plus ditambah dengan adanya LED yang berfungsi menjadi senter sebagai penerang, kalau-kalau dalam perjalanan hari itu tiba-tiba listrik mati dan semuanya menjadi gelap. Asus ZenPower Ultra ini udah jadi benda dan kebutuhan wajib. Terus, Asus ZenPower Ultra ini juga sudah bersertifikat, selain aman dari kehabisan batre, power bank satu ini juga punya tingkat keamanan yang tinggi dari yang membahayakan Smartphone, seperti temperature yang terlalu tinggi atau kelebihan pengisian daya

Sudut Kota Tua
Sama Penulis Gadungan
Ah, iyaaaa, sesampainya di Kota Tua, suasananya sangat ramai, warna warni pengunjung dan sore yang jingga sebenarnya membuat kami ingin berlama-lama di sana. Sayang, memburu waktu sebelum jam lima di Monumen Nasional adalah jadwal kami selanjutnya. Banyak cerita dan sejarah yang disampaikan pemandu dalam Bus City Tour warna kuning yang kami tumpangi sore itu. Salah satunya, dahulu pada jaman Belanda setiap orang yang ingin masuk ke kawasan Kota Tua atau Batavia Lama (Oud Batavia) diperlukan paspor untuk identifikasi. Kota yang memiliki banyak bangunan gedung bergaya Eropa Belanda ini dulunya adalah pusat administratif jaman Hindia Belanda. Salah satu yang masih tersisa, Kantor Gubernur Jenderal VOC yang sekarang menjadi Museum Sejarah Jakarta. Pada tahun 1972 Gubernur Jakarta, Ali Sadikin membuat dekret menjadikan Kawasan Kota Tua sebagai situs warisan. Tapi, agak disayangkan yaa.. bangunan-bangunan lain disekitarnya ada yang tidak terurus. Saya membayangkan, jika ditangani dengan baik, Kota Tua bisa jadi lebih cantik dan menarik lagi.

di dean Museum di Kota Tua yang sedikit berantakan
Di halte Bus City Tour Silang Barat Monas pemberhentian terakhir kami, berjalan sebentar melewati Lenggang Jakarta, tempat berkumpulnya pusat oleh-oleh dan kuliner khas daerah Indonesia, bermacam-macam makanan dan buah tangan dijual di sana. Ada souvenir Tugu Monas, Kaos bergambar monas, mainan anak-anak dan gerobak-gerobak makanan termasuk yang tak boleh dilupakan Kerak Telor-nya yang wangi menggoda, perlu diperhatikan sebenarnya pengunjung yang ingin menikmati aneka kuliner di sana diharuskan untuk bertransaksi menggunakan e-money. Tapi karena masih banyak pengunjung yang belum paham apalagi dari berbagai luar kota. Pihak pedagangnya membolehkan menggunakan cash.

Lenggang Jakarta
Masih ada waktu, panitia dan semua peserta memilih untuk makan bersama sebelum antri dan ikut naik ke atas Monas, sebagai tujuan utama kami menikmati kota Jakarta di malam hari. Pengunjung yang ingin masuk ke museumnya bisa menggunakan kereta khusus yang disediakan pemkot Jakarta untuk berkeliling sampai ke pintu masuk Monas. Karena jaraknya yang cukup jauh jika harus berjalan kaki, tenaga ini harus dipersiapkan.
Masuk ke Monas itu perlu perjuangan. Dari jauh terlihat kecil, tapi pas sudah sampai dan melewati lorong-lorongnya hingga ke teras Monas, lumaya bikin  ngos-ngosan dan keringetan. Tiket masuknya murah, semua pengunjung diwajibkan membeli tiket elektronik dengan kartu Bank DKI Jakarta. Dan struk tiket masu Monasknya ini nantinya akan digunakan sebagai tiket kereta kembali ke parkiran kereta saat kita naik tadi. Jadi, jangan coba-coba naik tanpa tiket kereta ya, petugasnya cukup adil, karena yang antri sungguh banyak sekali.

Diorama Presiden Soekarno saat sedang sakit
Kereta Wisata
Di dalamnya, Monas ternyata menyimpan banyak cerita sejarah yang sangat luar biasa, di sana kita diperlihatkan diorama-diorama perjuangan Indonesia dari jaman dahulu kala, cerita tentang Presiden-presiden sebelumnya, dan para pahlawan Indonesia yang selalu kita kenang setiap bulan November ini. Para pejuang kemerdekaan Indonesia yang gigih mempertahankan Negara Indonesia, hingga bisa kita rasakan seperti sekarang ini. Lepas magrib kita mulai menaiki Monas menggunakan lift, jujur saya agak deg-degan, karena khawatir dengan ketinggian. Apalagi pas sudah sampai, angin yang berhembus cukup kencang, tapi di luar dugaan ini membuat saya merasa lega. Seperti setiap masalah yang menghimpit langsung terbang entah kemana. Angin malam itu dan kerlap kerlip lampu dari bangunan-bangunan di Kota Jakarta, semakin membuat hati ini membuncah. Bayangkan saja, sebelum saya berangkat ke Balai Kota, saya sedang jatuh cinta sekaligus patah hati.



Di Kota Tua
Di Balai Kota
Baru kali ini, perasaan itu seperti Jakarta yang tak berhenti bergerak, selalu bising dan mendebarkan. Jakarta yang indah di malam hari namun menyimpan banyak misteri. Orang-orang bisa merasakan betapa menakjubkannya Kota Jakarta, tapi kadang tak ingin mencari tahu sejarahnya seperti apa. Persis, ketika hatiku yang sedang jatuh cinta, berbunga-bunga tapi tak berani mencari tahu, cinta yang dirasakan itu nantinya bagaimana. Ah, drama!

Indonesia Corners, terima kasih untuk perjalanan hari itu. Bertemu teman baru, menghilangkan perasaan yang biru. Kapan-kapan jika ada trip lagi, ajak aku. Karena pariwisata Indonesia perlu kita semua untuk lebih seru.

“Tulisan ini diikutsertakan dalam Jakarta Night Journey Blog Competition oleh Indonesia Corners yang di Sponsori oleh Asus Indonesia” .

Sumber Foto: Asus, Indonesian Corners, Donna Imelda, Evi Indrawanto, Rani Novariany, Fajrin Herris Gembel.

19 comments:

  1. Hahaha.. penulis gadungan ny kok kayak nya muka lelah ya mbak mel. Ah nanti jumpa kita mbak dbogor

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hahahaha, lelah hati maksudnya? :D

      Okee, ditunggu di Bogor yak :D

      Delete
  2. seru bangeeeet,mel! kapan kita ketemuan, jalan-jalan, terus makan baso lagi :D btw saya gak lihat diorama euy, fokus saya cuma ke puncak *halah*....

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya, memang kita gak sempat liat2 Diorama, Lu, itu foto aku ambil seminggu sebelumnya hehe.
      Ayoo kapan ngebakso bareng lg, tunggu aku di Bandung yak haha

      Delete
  3. Melakukan apapun dan dimana pun saat sdg jatuh cinta akan slalu indah hohihii

    Iyaaa indah bgt jakarta wktu mlm ya

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hehehe, keren bgt Jakarta di malam hari, lampu2nya bikin melek :D

      Delete
  4. Kegiatan yang asyik dan sangat bermanfaat itu ya, Mbak. Jakarta oh Jakarta. Betapa penting juga mengetahui sejarahnya. Tak hanya kotanya yang kini terus bergerak dan menyedot pengunjungnya, yang bahkan ingin mencari uang di sana.

    Selanjutnya, saya kok fokus di alenia yang akhir itu. Jakarta, lalu melipir ke cinta :)

    ReplyDelete
  5. yuk ah, kapan jalan2 lagi? :D

    ReplyDelete
  6. Gak ke Ragunan ya mba, saya paling suka ngajak anak ke ragunan hehehe

    ReplyDelete
  7. Mbak kalau perorangan gitu, mau naik monas malam bisa nggak ya mbak?

    ReplyDelete
  8. Mbak kalau perorangan gitu, mau naik monas malam bisa nggak ya mbak?

    ReplyDelete
  9. ASiik seru buanget kemarin jalan2 bareng idcorners, kapan2 kuy lagi lah :D

    ReplyDelete
  10. Pingin juga lho punya Asus Zenfone 3, kalau malas keluarin DSLR sepertinya cukup dengan kamera besutan Asus ini.
    btw, penulis gadungan sekarang udah kemana2 ya :D

    ReplyDelete
  11. Wih seru memang jakarta kalo malem2... yang bikin rame lampu2nya yang kelap kelip...
    Asekkk banget deh bisa kumpul2 anak ID COrner

    ReplyDelete
  12. Duh pengen Asus Zenfone 3 juga neh hehe. Menikmati suasana malam di Jakarta pasti indah banget ya mba, aku sering lihat suasana Jakarta dari ketinggian, romantis banget, pas buat bikin cerita cinta. Seru pasti ya acara ini mba, sayang aku ga ikutan, pasahal pengen banget.

    ReplyDelete
  13. seru... seru... seru... Thanks Melly!

    ReplyDelete
  14. Seruuu,yuk jelajah Lampung Meel..

    ReplyDelete
  15. Wow jakarta is one of my fav town in the world, apa-apa aja ada kekeke

    ReplyDelete

Terima Kasih - @melfeyadin