Cagar Alam Krakatau |
Maksudnya.. saya jadi penasaran bener nggak apa yang mereka bilang? Kalau nggak nyampe-nyampe, kok bisa mereka punya foto-foto di atas Gunung? Hayoo?
Dan ternyata apa yang mereka ucapkan itu nggak berlebihan, sih, saya membuktikannya..hihi.
Tanggal 29 Agustus 2015 beberapa waktu yang lalu, alhamdulillah banget..akhirnya salah satu tempat yang ingin saya datangi, mlihat langsung dan juga ikut menanjaki lereng anak gunung Krakatau tercapai juga. Kok bisa? Ya bisa dong, namanya juga blogger..haha-sombong kali kau!
Ngumpul ketemu teman-teman baru+lama di Balai Keratun Sebelum |
Antri naik kapal |
Mendaki Anak Gunung Krakatau
Hari itu, Sabtu 29 Agustus 2015, saya bangun pagi-pagi sekali, pukul 4 lewat 30 menit lebih dikit. Biasanya saya nggak pernah bangun sepagi itu, tapi karena sudah diingatkan panitia jangan sampai kesiangan tiba dan berkumpul di Balai Keratun Bandar Lampung, tempat berkumpulnya para peserta yang ikut tour Festival Krakatau tahun ini. Karena perjalanan ke Anak Gunung Krakatau cukup memakan waktu, jika dikalkulasi, jumlahnya kurang lebih 4 jam setengah dari Bandar Lampung ke pulau.
Obat anti mabok laut :D |
Pantai Pulau Gunung Krakatau |
Yup, saya hampir mabok andai saja nggak cepat-cepat naik ke dalam kapal untuk tiduran dan menenangkan diri. Perjalanan menyeberang lautan di atas kapal nelayan itu berbeda sekali dengan kapal feri yang biasa saya naiki kalau pulang ke Lampung, jarak tempuhnya pun berbeda. Wah. Saya nggak memperkirakan ini awalnya. Kebetulan juga saya lagi dilanda maag dan badan yang kurang fit, jadi klop deh apalagi saya lupa bawa obat karena tas berisi obat saya tinggalkan di hotel. Dan saya juga lupa untuk minum tolak angin yang biasa saya lakukan kalau menyeberang laut.
Patuhi larangan |
Jalanan masih datar |
Menghilangkan lelah dengan 'bercerita' |
semangat |
Cuma sampai sini... tapi ini juga udah keren banget buat saya |
Kalau di luar tur Festival Krakatau, sepertinya menanjak anak gunung biasa dilakukan pagi hari ya? Jadi nggak terlalu panas seperti kemarin.
Mak, panas neraka kayak gini gak sih? |
Aku sih baek, nemenin yang udah nyerah duluan :D |
Pulau Sebuku |
Membaca Syair Lampung Karam
Dalam gelaran Festival Krakatau 2015 lalu, salah satu agenda yang cukup banyak peminatnya adalah adanya Lomba Baca Puisi/Syair yang diadakan panitia bekerja sama dengan Ruang Renjana, satu kegiatan tempat berkumpulnya komunitas-komunitas dan anak muda Bandar Lampung untuk menunjukkan ajang kreativitas yang rutin dilaksanakan setiap sebulan sekali di Pasar Seni Enggal.
Pulang sebelum gelap datang |
Salah satu jurinya adalah Isbedy Stiawan ZS, sastrawan Lampung yang karya karyanya sering saya baca di majalah Horison jaman SMA dulu. Tujuan diadakannya lomba ini tentunya untuk melestarikan dan mengenalkan sejarah Krakatau melalui sastra tulisan.
Mula pertama asalnya itu,
Pada bulan Rajab datanglah abu,
Dua jari tebalnya tentu,
Tiga hari kerasnya itu
Tertulislah pada bait keenam, bagaimana penulis, Muhammad Soleh menceritakan dari awal peristiwa meletusnya Gunung Krakatau, dia sendiri dalam kesaksian yang dia tulis, mulai menceritakannya setelah 3 bulan pasca gunung meletus yang saat itu mengungsi di Singapura. Mengaku tak pandai menulis tapi dari syair yang dia buat kita dapat menggambarkan dengan jelas peristiwa yang terjadi saat itu.
Syair yang baru ditemukan setelah 125 tahun setelah letusan Gunung Krakatau yang berupa naskah-naskah kuno yang terpisah di enam negara ini mengejutkan semua orang. Itu artinya Naskah ini baru ditemukan 7 tahun lalu Saya sendiri, baru tahun ini mengetahui adanya Syair Lampung Karam ini, yang ketika selesai membacanya, saya merasakan sesak ingin menangis.
Saya jadi terbayang, bencana alam yang merusak bumi ini hingga hancur, sebelum terjadi letusan, bumi memberikan sinyal berupa gempa yang menyebabkan gelombang tsunami bergulung-gulung, bukan sekali, tapi berkali-kali, berhari-hari, yang berakibat meninggalnya ribuan orang saat itu.
Malam Isnin waktunya Isya,
Lautan gemuruh ketika masa,
Kheran ajaib kepada rasa,
Penglihatan berubah dari biyasa.
Serta pula dengan gelabnya,
Tidak berhenti goncang gempanya,
Bukannya bumi yang menggoncangnya,
Gempa air laut nyata rupanya.
Sebab api membawa kerasnya,
Air di laut berkucak semuanya,
Terkejutlah ia akan rupanya,
Jadi bergoncang negeri dekatnya.
Pada bulan Rajab datanglah abu,
Dua jari tebalnya tentu,
Tiga hari kerasnya itu
Tertulislah pada bait keenam, bagaimana penulis, Muhammad Soleh menceritakan dari awal peristiwa meletusnya Gunung Krakatau, dia sendiri dalam kesaksian yang dia tulis, mulai menceritakannya setelah 3 bulan pasca gunung meletus yang saat itu mengungsi di Singapura. Mengaku tak pandai menulis tapi dari syair yang dia buat kita dapat menggambarkan dengan jelas peristiwa yang terjadi saat itu.
Syair yang baru ditemukan setelah 125 tahun setelah letusan Gunung Krakatau yang berupa naskah-naskah kuno yang terpisah di enam negara ini mengejutkan semua orang. Itu artinya Naskah ini baru ditemukan 7 tahun lalu Saya sendiri, baru tahun ini mengetahui adanya Syair Lampung Karam ini, yang ketika selesai membacanya, saya merasakan sesak ingin menangis.
Jangan bikin kami resah |
Malam Isnin waktunya Isya,
Lautan gemuruh ketika masa,
Kheran ajaib kepada rasa,
Penglihatan berubah dari biyasa.
Serta pula dengan gelabnya,
Tidak berhenti goncang gempanya,
Bukannya bumi yang menggoncangnya,
Gempa air laut nyata rupanya.
Sebab api membawa kerasnya,
Air di laut berkucak semuanya,
Terkejutlah ia akan rupanya,
Jadi bergoncang negeri dekatnya.
Syair yang sudah ditulis Muhammad Soleh, berjumlah 374 bait dengan menggunakan Aksaran Arab Melayu. Jika ditulis ulang ke halaman posting blog, akan sangat panjang sekali, di microsoft word yang saya baca, ada 6.390 kata. Jika teman-teman ada yang ingin tau seperti apa kejadian dan suasana terjadinya letusan Gunung Krakatau ratusan tahun silam itu. Syair Lampung Karam ini harus dibaca, tidak cuma sekedar informasi yang kita dapat, tapi pesan-pesan religius (Islam) mampu membuat kita sadar. Kita di bumi ini tidak ada apa-apanya dibandingkan kekuasaan Tuhan yang dapat meluluh lantakkan seisi bumi ini. Harta kekayaan dan kesombongan tak ada gunanya sama sekali jika kita sudah dihadapkan pada situasi bencana seperti itu.
Terima kasih Oom Yopie @kelilinglampung untuk kiriman text Syair Lampung Karam-nya.
Referensi sumber bacaan Syair Lampung Karam:
Terima kasih Oom Yopie @kelilinglampung untuk kiriman text Syair Lampung Karam-nya.
Referensi sumber bacaan Syair Lampung Karam:
- http://www.kompasiana.com/udozkarzi/mencari-jejak-penulis-syair-lampung-karam_55001e98a333117c6f50fe71
- http://lipsus.kompas.com/jalanjalan/read/2008/09/12/11100833/Letusan.Krakatau.di.Mata.Pribumi
- http://lipsus.kompas.com/jalanjalan/read/2008/08/31/10515861/Ditemukan.Naskah.Kuno.Letusan.Krakatau.1883.
- http://blog.fitb.itb.ac.id/BBrahmantyo/?p=1471
- http://www.duajurai.com/2015/08/ruang-renjana-gelar-lomba-baca-puisi-syair-lampung-karam/
- http://cawageh.com/2015/08/ruang-renjana-4-ramaikan-krakataufest/
- https://kelilinglampung.wordpress.com/2015/10/06/yang-beda-di-festival-krakatau-2015/
Huwaa kayaknya aku juga bakalan mabok deh tuh...lama nian diombang ambing air laut.
ReplyDeleteTp kerenlah bs mendaki meski ga smp puncak dan gak pingsan tentunya hahaha
Iya mbak, soalnya kapalnya ngebut bgt jadi ombaknya kerasa banget.
DeleteKalau aku mendaki gitu bakalan capek banget mbak, hiks
ReplyDeleteBukan capek lagi, tapi capek bgt :D
DeleteSeru nih. Anak krakatau. Coba ke sangiang juga deh. Lebih alami.
ReplyDeleteHehe, nanti klo ada rezeki dan waktunya dicoba deh keliling2nya :)
DeleteMakasih ya
Wah serunya,mpasti jd pengalaman yg tak terlupakan ya mba ^_^
ReplyDeleteBener2 pengalaman seru mbak, krn baru pertama kali ini naik gunung ky gini :D
DeleteWaahh jadi penasaran mendaki gunung kayak gini, naik tangga aja udah ngos2an :)
ReplyDeletepanas-panas maknyus mel :)
ReplyDeleteHahaha Melly, beneran nemenin yang nyerah duluan atau sama2 nih? hahaha
ReplyDeleteDari dulu kepingin banget kesini deh
ReplyDeleteSepertinya seru
:D
ternyata gunungnya kayak gurun ya, mba mell :D
ReplyDeletewuhuu.. keren mel nek gunung.. aku lo ga pernah #gaadayangnanya
ReplyDeletewehh serunya naek gunung, aku lambai2 bendera putih meel, komplet bener ya perjalanannya ini ya naik perahu ya mendaki...
ReplyDeleteMeeeel nanti kita ke sini lagiii ya bareeng hehehehe.. Udah lama ngg ke sini dan pengen diving di sekitar pulau Krakatau juga.. Katanya cakeeeep
ReplyDeletewow, beruntungnya tante bisa mendaki anak gunung krakatau
ReplyDeletemeskipun cuma anak, ternyata gedhe juga yaa
Aku sih naek, menenun yg sdh betah duluan hahaha....
ReplyDeletewih berani sekali sampai dengan panjat gunung, masih aktif manjat memanjt yah sekrang
ReplyDelete