Laman

Tuesday, 22 September 2015

Mengenal Tapis dan Sejarah Budaya Lampung dari Festival Krakatau


 

Tahun lalu, saya merasa bersyukur dan bahagia banget sewaktu dikasih kesempatan untuk menikmati gelaran Festival Semaka yang ada di Kota Agung, Tanggamus, Lampung. Saya bisa melihat budaya dan tradisi unik yang selama ini belum saya ketahui, saya bisa mengenal dan mengenalkannya ke teman-teman yang mungkin juga belum tau melalui hasil reportase saya di blog. Dan tahun ini saya dikasih kesempatan lagi untuk melihat lebih dekat, betapa bangsa kita begitu kaya akan seni budaya dan keindahan didalamnya, khususnya Lampung. Melalui Festival Krakatau yang ke-25, event tahunan yang digelar melalui Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Propinsi Lampung ini menyuguhkan banyak keunggulan di bidang pariwisata dan ekonomi kreatif di Propinsi Lampung.

Festival Krakatau sendiri sudah berjalan sejak tahun 1991, digelar untuk memperingati sejarah meletusnya Gunung Krakatau pada tanggal 26-27 Agustus 1883 silam. Seperti pada festival pada umumnya, bermacam-macam kegiatan dibuat untuk meramaikan festival dan menarik wisatawan dari dalam maupun luar negeri. Dan untuk tahun ini Festival Krakatau rangkaian acaranya berjalan selama seminggu, dimulai tanggal 23 Agustus diawali dengan Pesta pantai, lomba baca puisi, Krakatau Jetski adventure, tour Krakatau dan puncaknya pada tanggal 30 Agustus 2015 lalu, Disparekraf menggelar Lampung Culture and Tapis Carnival di pusat kota dengan tema "The Greatest Harmony" (Kerukunan Yang Agung). Maknanya sendiri adalah ungkapan untuk kebersamaan dan kerukunan masyarakat Lampung. Dan bersama-sama untuk memelihara Sang Bumi Ruwa Jurai.

Dikutip dari halaman pariwisatalampung.com, salah satu tujuan dilaksanakannya pawai budaya di Festival Krakatau 2015 ini tentu saja sebagai ajang promosi wisata budaya daerah agar banyak wisatawan yang datang dan mengenal Lampung. Dan untuk meningkatkan apresiasi masyarakat Lampung terhadap seni budaya Lampung itu sendiri.



Dalam gelaran Festival Krakatau 2015 yang saya datangi beberapa hari yang lalu, saya sadar, masih banyak yang tidak saya tahu tentang Lampung, seperti bermacam-macam Tapis, kain tenun khas Lampung yang dipakai oleh para model di Tapis Carnival waktu itu. Selama ini saya hanya tau satu jenis motif Tapis yang umum dipakai dan memang lebih dikenal oleh masyarakat Lampung.

Karena itulah, saat melihat kostum-kostum yang dipakai oleh perwakilan dari masing-masing daerah pada pawai budaya kemarin, saya seketika merasa takjub dan semakin bangga. Warna warni Tapis yang dikenakan peraga dari kostum unik mereka menjadikan acara kemarin semakin bermakna. Gelaran festival seperti ini memang tepat untuk mengenalkan beragam kesenian juga pariwisata daerah.

Tarian Ngapui Resahko Hati

Acara yang dibuka dengan sebuah tarian cantik yang berjudul Ngapui Resahko Hati (Menghilangkan/menghapus resah di hati) itu bercerita tentang masyarakat Lampung yang resah, sedih karena terjadinya letusan gunung Krakatau, namun hidup harus terus berjalan, kitapun harus bisa bersahabat dengan alam, menjaganya. Dilanjut dengan sambutan-sambutan dari para pejabat, seperti perwakilan dari kementrian pariwisata, gubernur Lampung dan beberapa sambutan yang lain.

Tapis Lampung

Oh, ya ada yang belum tau itu Tapis? Tapis adalah kerajinan tradisional khas Lampung. Kain yang ditenun dengan beragam hias menggunakan benang emas, dengan corak yang diadaptasi dari motif alam, flora dan fauna. Umumnya dipakai wanita Lampung berupa kain pada upacara adat pernikahan, upacara pemberian gelar atau tradisi. Konsep sulamannya tak sekedar membuat tapis Lampung menjadi cantik dan menarik, tapi juga unik dan sarat akan cerita dan tentunya nilai ekonomis yang cukup tinggi. Rata-rata harga selembar kain Tapis bisa mencapai puluhan juta rupiah untuk kualitas terbaik.



Dari Buku Chich Mengolah Wastra Indonesia edisi Sulam Tapis Lampung terbitan Gramedia yang saya baca, ada 19 macam Tapis yang dibedakan berdasarkan jenis, asal dan pemakainya. Seperti :
  • Tapis Jung Sarat 
  • Tapis Raja Tunggal
  • Tapis Raja Medal
  • Tapis Laut Landak
  • Tapis Balak
  • Tapis Silung
  • Tapis Laut Linau
  • Tapis Pucuk Rebung
  • Tapis Cucuk Andak
  • Tapis Limar Sekebar
  • Tapis Cucuk Pinggir
  • Tapis Tuho
  • Tapis Agheng/Areng
  • Tapis Inuh
  • Tapis Dewosano
  • Tapis Kaca
  • Tapis Bintang
  • Tapis Bidak Cukkil
  • Tapis Bintang Perak
Rata-rata memang umumnya kain sulam tapis Lampung ini dipakai pada upacara adat oleh masyarakat suku Lampung Pepadun dan Saibatin yang terdiri dari berdasarkan asal, seperti Tapis Lampung dari Pesisir, Pubian Telu Suku, Sungkai Way Kanan, Tulang Bawang Mego Pak, dan Abung Siwo.

Tapis dalam busana
Pada mulanya kain tapis ini hanya dipakai pada saat upacara adat saja, namun dengan berkembangnya jaman, serta untuk terus melestarikan kesenian dan budaya yang ada di Lampung, kain Tapispun diolah menjadi kerajinan yang tak cukup sebagai pelengkap tradisi saja, akan tetapi diaplikasan menjadi kebutuhan akan fashion yang lebih kreatif dan modern yang bernilai jual tinggi.



Parade Budaya

Nah, selain menampilkan tapis-tapis Lampung yang dikenakan para peserta dari masing-masing kontingen dan model lomba untuk tapis carnivalnya. Dalam event kemarin juga mengenalkan tradisi budaya dari 12 daerah yang ada di Propinsi Lampung, ditambah beberapa perwakilan dari propinsi lain dan juga negara tetangga.

Pertama, ada tradisi Ngattak Tulung dari Lampung Selatan, tradisi menjaga kerukunan khususnya bagi para muli/mekhanai untuk bergotong royong saling membantu rekan mereka yang akan berumah tangga. Dan sebagai ungkapan terima kasih dari pihak pengantin untuk teman-temannya yang sudah membantu.


Kedua, dari Pesisir Barat, Ngumabai Lapok, yakni upacara adat yang ada di Pesisir Barat yang dilakukan untuk keselamatan penduduk setempat.

Ketiga, dari Way Kanan dengan tema Harmoni Bumi Petani, menampilkan pesona harmoni di bumi ramik raghom, bumi para petani yang membawa orang untuk merindukan mulang tiyuh (pulang kampung/rumah). Hal ini juga ditujukan untuk ungkapan rasa syukur atas karunia potensi wisata yang ada di Way Kanan.



Keempat, dari Lampung Utara membawa tema Gawi Lapah Pineng. Yang digambarkan sebagai prosesi adat Lampung Pepadun dalam prosesi lamaran (meminang) seorang gadis.

Kelima, dari Tanggamus yang menampilkan seni budaya Khakot Tanggamus. Khakot yang mengandung arti mempererat tali ikatan kebersaman, persaudaraan. Mengenai khakot pernah saya tulis di sini (http://margeraye.blogdetik.com/2014/12/29/khakot-carnival-sebagai-upaya-melestarikan-budaya-daerah).

Keenam, dari Pringsewu, Ujung Pekhing. Seni Ujungan Pekhing ini adalah seni yang menampilkan ketangkasan bela diri yang dipadukan dengan budaya yang biasanya diadakan untuk merayakan pesta panen padi.

Ketujuh, Tulang Bawang Barat, membawa tradisi Intar Bumbang Aji, yaitu peristiwa dimana seorang perempuan melakukan pelarian (kawin lari) dengan kekasihnya dan dibawa ke kediaman pihak laki-laki. Lalu dari pihak perempuan dan laki berunding dengan para kerabat untuk mendapatkan kesepakatan agar proses tersebut berjalan lancar.

Kedelapan, dari Metro yang menceritakan Putri Pekhing Tigham, tentang kisah perebutan mahkota kecantikan dengan peperangan oleh Putri Pekhing Tigham melawan Nyi Rebung Khohang.

Kesembilan, dari Tulang Bawang dengan Sai Bumi Nengah Nyappur, yakni semboyan Tulang Bawang yang memiliki arti cermina kebersamaan masyarakat yang hidup berdampingan dengan baik.

Kesepuluh, dari Lampung Timur, mengisahkan sejarah kerajaan Keratuan Melinting yang asal mulanya dari perjalanan Maulana Hasanudin (Kerajaan Banten) membawa ajaran Islam ke daerah pesisir Utara hingga Lampung bagian Timur. Hingga munculnya Keturunan Ratu Darah Putih yang disebut Ratu Melinting yang bermukim di Meringgai.

Kesebelas, dari Lampung Barat, mengankat cerita acara Payuhan Agung Kerajaan Sekala Bekhak, Paksi Buai Perenong, yang disebut dengan Muli Ngajunjung Pahakh, dimana Muli-muli (gadis-gadis) Kampung Batin menyiapkan makanan untuk tamu kehormatan kerajaan. Pahar (pahakh) adalah alat untuk menyajikan hidangan tersebut.


Dan yang terakhir dari Bandar Lampung, yang membawakan kisah dari pesisir Teluk Lampung tentang kisah Bajau, sekelompok orang yang datang ke Lampung untuk menjarah hasil tanah dan harta masyarakat. Karena Bajau terlalu kuat dan sulit ditaklukan, akhirnya masyarakat Lampung bersatu yang tadinya terpecah belah untuk melawan Bajau. Oleh kagumnya kebersamaan masyarakat Lampung, Bajau akhirnya tertarik untuk menjadi masyarakat Lampung.

Setelah saya telaah lagi, Inti dari parade Budaya yang dibawakan oleh kedua belas daerah dan beberapa daerah dari Propinsi lain di Lampung Culture and Tapis Carnival kemarin itu memang mengambil tentang kisah sejarah dan tradisi Kebersamaan/kerukunan yang ada di Lampung, sesuai dengan temanya, The Greatest Harmony.

13 comments:

  1. Huaaaa.... Mbak Mely.. Baca ini jadi kangen Lampung. SANGAT. Huhuhu. Kapaan ya bisa ke sana lagiii..

    ReplyDelete
    Replies
    1. Ayoo dong ke Lampung, deket ini tinggal nyebrang :D
      dua hari cukup kalo cuma pengen menjejakkan kaki :D

      Delete
  2. Mel, aku naksir banget sama tapisnya. Sayang yg aku taksir mahal banget. Ntar dehnabung dulu hahaha..

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aku juga mbak, mau beli yg murmer aja, biar bisa dipake sehari..hihi. Klo yg bagus bisa jutaan.

      Delete
  3. Aduh Melly..., senege kayak apa yaa, bisa menyaksikan berbagai bentuk budaya macam itu. Eh kulinernya enak-enak ya

    ReplyDelete
  4. belum pernah ke Lampung dan pengen deh ke sana. budaya kita banyak banget simbolnya ya :D

    ReplyDelete
  5. nanti kalau Melly nikah pakai Tapis ya , Aamiiiiiin

    ReplyDelete
  6. Aku pernah nongkrong lama lihat tapis Lampung di Inacraft. Ya ampuuun baguuus banget.

    ReplyDelete
  7. Menarik banget ya nonton parade kostum khas Lampung ini. Krakatau juga jadi daya tarik wisatawan.

    ReplyDelete
  8. Lampung memang tujuan wisata yang kece, alamnya keren budaya juga berapa. Apalagi dipimpin oleh Gubernur yang masih muda.
    Moga tambah ramai pariwisatanya.

    ReplyDelete
  9. Aku aja yg udah hidup 17 Tahun di Lampung gak tahu kalo Lampung punya tradisi... eh pantesan gak ada di Lampung Tengah...
    Salam kenal admin
    Ardi And Word

    ReplyDelete
  10. Ini kereeen! Aku belum punya Tapis. Pingin beli kalau sampai ke Lampung, deh. Mihil2 mesti, sih. :D

    ReplyDelete

Terima Kasih - @melfeyadin