Saya dan @LemesTraveler di SD Negeri Pasar Pulau Pisang, SD yang dibangun oleh Belanda tahun 1892 . Foto @feriakabudi |
Saya menyebut perjalanan ke Pulau Pisang ini adalah takdir, dan entah kenapa, banyak sekali pelajaran yang saya ambil dari perjalanan kemarin. Sampai sekarang pun saya masih kaget apa yang sudah Tuhan kasih ke saya. Beneran nih? Ke Pulau Pisang? Yang sedikitpun nggak ada rencana apa-apa saya bisa ke sana dalam waktu dekat. Tapi Tuhan begitu hebat menunjukkan caraNya untuk kita belajar memahami sesuatu dan mengambil hikmahnya dari setiap peristiwa yang terjadi.
Sedikit perjalanan kemarin sudah saya posting di margeraye.blogdetik.com dengan judul Postingan Baper Awal Tahun. Tapi postingan yang di sini saya ingin detilnya banget. Jadi jangan bosan ya kalau jumlah katanya sampai ribuan..haha. Namanya juga cerita, nggak seru kalau sedikit-sedikit :p
Tadinya saya memang mau pulang tanggal 10-12 Desember. Kebetulan juga waktu itu Tapis Blogger mau ada acara di tanggal 11-nya, workshop Fotografi sama Om Yopie Franz yang punya akun @KelilingLampung. Tapi setelah saya pikir-pikir dan ternyata si kakak juga mau pulang. Akhirnya saya membatalkan dan memilih pulang pas menjelang tahun baru. Ceritanya mau menikmati momen tahun bersama Emak di rumah. bikin makanan, ngemil sambil nonton tv sambil curhat sama Emak dan ketiduran di sofa berdua.
Tapi nggak tau kenapa, seperti ada kekuatan yang menyuruh saya untuk tetap pulang, ciee. Terus saya kepikiran sesuatu dan membuat sebuah wacana bareng kakak untuk ke Way Kambas saja liburan kali itu sama Emak. Akhirnya saya menyusul beli tiket Damri, Senin sore tanggal 5 dan memang sudah rezeki kali, ya, kursi Damri saat itu tersisa hanya satu khusus buat saya, hehehe. Dan malamnya Mas Fajrin (fajrinherris.wordpress.com si penulis gadungan aka blogger berboxer hahaha) teman saya di Lampung ngasih tau kalau ada kontes di akun @IniLampungYay yang berhadiah liburan di Pulau Pisang, sebuah Pulau cantik yang ada di Pesisir Barat, Lampung.
Saya kenal Mas Fajrin ini waktu ikut meliput Festival Teluk Semaka di Tanggamus tahun 2014 lalu. Saat itu dia belum jadi blogger. Dan juga teman galau waktu saya gagal ke Madura bulan November lalu..hihi. Jadi, katanya saya harus ikut siapa tau menang, dan bisa nikmatin pantai sebagai obat sedih, biar nggak galau lagi..hehe. Makasih bangeeet lho, Yay, infonya.
Akhirnya saya beneran menang, berkat memposting foto pantai di Pulau Pahawang dengan caption yang katanya bikin mimin @IniLampungYay dan para sponsor klepek-klepek membacanya. Hahaha. Saya agak deg-degan waktu dapat mention dinyatakan sebagai pemenang. Pertama saya sudah bikin jadwal ke Way Kambas bareng Emak, kedua biasanya kalau saya pergi jalan, minimal ada satu orang yang saya kenal. Lahh ini, ke Pulau Pisang untuk pertama kalinya dengan orang-orang yang belum saya kenal sama sekali, baik di sosmed ataupun aslinya. Bahkan akun @IniLampungYay saja baru saya follow sebagai persyaratan lomba. Sedangkan Mas Fajrin saat itu nggak bisa ikut karena ada acara lain. Tapi saya tau deh alasan utamanya kenapa nggak ikut :p.
Tapi untunglah, nggak lama sahabat saya, Erik aka Mang Ewok aka Trox memberi selamat karena saya menang, cerita tentang Trox ini agak panjang, nanti ada postingan khusus buat dia *uhuk. Dan dia bilang bahwa rombongan yang ngetrip ke Pulau Pisang itu teman-teman dia semua yang tergabung di grup @LemesTraveler, yang notabene saya kenal Mas Teguh salah satu orang yang ngebentuk LemesTraveler. Tapi saya nggak percaya, karena dia sendiri maupun Mas Teguh nggak ikut ke Pulau Pisang hahahaha. Jadi, saya tetep deg-degan. Iki Piyeee, kalau saya dicuekin, dicubitin, ditinggal di Pulau atau saya sendiri merasa nggak asik. Karena sejujurnya, perasaan saya saat itu lagi nggak stabil, alias lagi galau parah. Hihihi, ngeri aja kalau tiba-tiba saya kesambet.. wkwkwkw. Tapi kata Erik, anak-anak LemesTraveler itu asik-asik, dan memang asik, saya membuktikannya.
Dengan seribu usaha, saya merayu Erik supaya bisa ikut dan menemani saya ke Pulau Pisang, dan dengan seribu alasan pula dia menolak..hihi. Tapi dengan iming-iming dibawain Bolu Lapis Talas Bogor, akhirnya dia luluh juga. Receh banget sih, Rik. :D
Karena sebelumnya sudah di Line sama miminnya, meeting point di Indomart SPBU Sultan Agung, Way Halim jam 7.00 wib, teng. Minggu (11/12) pagi-pagi sekali saya sudah berangkat dari rumah, mana hujan jadi pagi itu dingin banget, rasanya lebih enak tiduran selimutan sambil nunggu sarapan dari Emak dari pada kehujanan di atas Ojek. Saya sudah memperkirakan waktu, kalau berangkat jam segini harusnya sampai jam segini, maklum rumah saya di desa. Minimal jangan sampai saya telat, malu dong ya di pertemuan pertama dengan teman-teman LemesTraveler saya datang telat (sumpah ini nyindir miminnya banget..hahaha). Sekitar jam setengah 7 pagi saya sudah sampai di Jalan Urip Sumorhajo, Kedaton, janjian sama Erik yang mau jemput di situ dan lanjut ke kostannya Wulan (Temen Kaskuser Lampung) buat titip motor dan sarapan bareng.
Jam 7, jam 8, jam 9 kau tak datang-datang sayang... ini beneran kayak lagunya Zaskia Gotik, deh.
Ternyata banyak yang datang telat. Edaaan, tau gini mah saya nyantai saja berangkat dari rumah. Nggak perlu kedinginan kehujanan di jalanan dan terpental-pental dalam bus kosong yang ngebut supaya cepat sampai di Terminal Rajabasa dari Tegineneng, hehe.
Saya lupa jam berapa, akhirnya kami berangkat juga dengan membawa dua mobil, total 18 orang, kenalan, berdoa bersama dan saya masih sebel, kenapa saya harus berangkat pagi-pagi sekali sedangkan mereka boleh ada yang telat. Hahahaha (becanda yaaaa). Mereka telat juga karena rumahnya nggak kalah jauh dari rumah saya..hihi
Kita berangkat melewati jalan yang saya lewati waktu ke Kota Agung tahun 2014 yang lalu, ah saya senang banget, walaupun cuma melewati, minimal kangen saya terobati sama Kota ini dan mampir sebentar di Pom Bensin-nya untuk Sholat Dzuhur. Di sini saya mulai berkenalan sama teman-teman lain dari mobil satunya, ada @Toyez_h, @Malasagieta, @Archipoy, @Arisandias, @Tediyuda, @didityya, @Ruzlan_abdarazy, Adek @Riskaditia dan satu lagi saya lupa namanya, maaf..hehe.
Sedangkan di mobil yang saya tumpangi, ada Mas @Feriakabudi yang rajin banget motoin saya di Pulang Pisang, Kakak Mimin IniLampungYay @Adhyatmika_, @AndymaulanaAziz, @victoragustian23, @bugis_traveler, @eky_ms, @ahi_zadli, dan @hendrik_yunianto.
Untuk sampai ke Krui jika nggak punya kendaraan sendiri, bisa menggunakan transportasi umum dari Terminal Rajabasa, dari situ banyak bus yang menuju Krui atau kota-kota lain di Lampung. Nggak perlu khawatir dengan kondisi jalan, karena jalanannya mulus semua, cuma mungkin yang perlu diperhatikan adalah banyaknya tikungan tajam dan menanjak. Jadi, sedikit perlu berhati-hati, tapi itupun hanya di daerah memasuki wilayah Tanggamus dan Bukit Barisan. Selebihnya, santaiiiii kayak di pantai.
Mereka semua adalah teman-teman baru yang super asik, perjalanan yang memakan waktu kurang lebih 6 jam dari Bandar Lampung jadi nggak berasa melelahkan, normalnya sih cuma 4-5 jam, tapi kita waktu itu banyak berhentinya, apalagi dengan pemandangan pantai sepanjang jalan ketika memasuki wilayah Krui, Pesisir Barat, hutan lindung Taman Nasional Bukit Barisan Selatan yang begitu memanjakan mata dengan udaranya yang begitu segar dan bikin susah move on, karena ingin mengulangi kembali momen foto-foto di jalanan itu, juga rumah-rumah panggung khas Lampung di sepanjang jalan yang menggoda untuk dihampiri. Ah, Lampung memang keren banget.
Sekitar jam 3 sore kali ya, kita akhirnya sampai di Krui, tepatnya di Dermaga Kuala Stabas, tempat yang akan menyeberangkan kami ke Pulau Pisang. Ternyata, Krui ini nggak sesepi dalam pikiran saya. Hehe. Krui rame dan sayang sekali, saya nggak sempat mampir-mampir sebentar di sana, atau nyobain pantai-pantai-nya yang kata teman-teman nggak kalah cantik sama Pantai di Lampung lainnya, seperti Pantai Mandiri dan Pantai Tanjung Setia yang terkenal dengan ombaknya. Dan jangan kaget, karena pantai-pantai di daerah pesisir ini ombaknya besar-besar. Oleh sebab itu, Pantai di Krui jadi tujuan wisata selancar, jadi surfing spot kelas dunia penggila ombak, karena pantai-pantai di sini memang berhubungan langsung dengan Samudera Pasifik. Wow..
Saya merasakan banget, bagaimana 'ganas'nya ombak di sini. Karena saat pertama kali mobil kami sampai, saya langsung melihat ombak yang langsung memecah di Dermaga, dan melihat puluhan perahu-perahu nelayan yang terparkir di Dermaga itu. Saya nggak punya pikiran apa-apa tadinya. Tapi kata teman, ombak sore itu memang tinggi, para nelayan memilih untuk nggak melaut jika kondisi laut seperti itu. Duaaar, saya langsung deg-degan, apalagi waktu kami semua naik ke Bukit Selalaw, dari situ semakin jelas, bahwa laut sore itu nggak bersahabat sama sekali.
Sembari menunggu perahu yang akan membawa kami ke Pulau Pisang sedang menyeberang ke Kuala Stabas, kami menikmati Bukit Selalaw. Spot kece untuk melihat lautan lepas, dan Pulau Pisang dari kejauhan. Banyak juga yang datang sore itu di Bukit Selalaw, kamipun memilih untuk ikut berfoto dan bersiap-siap.
Saya pikir, kapal yang akan membawa kami ke Pulau Pisang itu sama seperti kapal saat saya menyeberang ke Pulau Pahawang. Kapal yang punya penutup, besar dan muat banyak orang. Tapi ketika diberitahu bahwa kapal yang akan kami tumpangi itu adalah perahu nelayan yang muat maksimal 11 orang. Mak, rasanya jantung saya mau lepas, ditambah melihat perahunya sedang terayun-ayun ombak laut yang aduhai bikin nyali langsung ciut..hahaha. Beneran menguji adrenalin banget.
Sebelum berangkat, kami diingatkan oleh warga sekitar untuk nggak berisik di atas kapal, dan banyak-banyak berdoa sepanjang menyeberang ke Pulau Pisang. Karena nelayan sendiri nggak melaut tapi kami nekat tetap menyeberang. Dan nggak mungkin juga kami pulang lagi ke Bandar Lampung, ya..hihi. Jadi, sebelum berangkat ada sedikit penyesalan dalam diri saya, kenapa saya mau ke Pulau Pisang, dan diluar ekspetasi lautnya seperti itu. Kenapa saya nggak memilih tetap ke Way Kambas bareng Emak, bagaimana kalau takdir hidup saya harus sampai di situ. Karena kita nggak pernah tahu kejadian berikutnya akan seperti apa. Dan beneran saya takut, ombaknya bener-bener ngeselin. :D
Tapi ya Bismillah saja, saya yakin yang membawa perahu lebih bisa mengendalikan keadaan, jikapun ada yang terjadi yang nggak kita kehendaki, pasrahkan saja sama Tuhan. Bismillah, saking gugupnya saya nggak berhenti minum, dada saya rasanya langsung sesak karena takut. Tapi saya pura-pura aja strong hahaha.
Namun, belum juga kapal keluar dari dermaga, rasanya wajah saya langsung panas karena ditampar ombak, kapal naik turun mengikuti tingginya ombak, baju langsung basah semua, kapalpun berasa mau pecah karena terhempas ombak, kekhawatiran semakin bertambah karena saat itu saya lagi dapat siklus bulanan, rasanya benar-benar nggak nyaman. Hampir separuh perjalanan saya nggak berani membuka mata, bener-bener pasrah. Karena jika sampai kapal kami karam dan kami tenggelam saya nggak perlu melihat semua itu..wkwkwkw. Tapi yang saya pelajari adalah, dalam keadaan mencekam seperti itu, usahakan jangan panik, karena jika panik semuanya memang terasa mengerikan. Tenang, toh kita semuanya pakai Life Jacket/pelampung. Baru setelah itu saya pelan-pelan membuka mata mencoba rileks mengikuti keadaan. Sayang kita nggak punya dokumentasi, karena semua peralatan tempur buat narsis sudah diamankan. Ada sih yang bawa kamera action, tapi nggak tau punya siapa.
Sekitar satu setengah jam kami menyeberangi lautan, sepanjang itu pula saya nggak berhenti berdoa, tapi alhamdulillah kami bisa melewatinya, walaupun entah tangannya siapa yang jadi korban saya pegangi terus karena ketakutan..haha, dan baru tau kalau itu tangannya Viktor. Maaf ya Tor, darurat.
Sebenarnya kami nggak perlu selama itu menyeberang ke Pulau Pisang, karena ada pilihan dermaga lain yakni dari Tembakak yang bisa ditempuh cuma 30 menit saja, tapi menurut info dengan keadaan cuaca yang kurang mendukung seperti itu, dari Tembakak justru lebih berbahaya. Jadi pilihan bijaknya musti dari Kuala Stabas walaupun agak lebih lama. Dan untuk menyeberang ke Pulau Pisang ini, sewa perahu untuk pulang perginya sekitar Rp.700 ribu/kapal, dengan maksimal 11 orang. Ya relatif murah sih ya.
Mungkin karena terlalu gugup selama menyeberang, sesampainya di Pulau Pisang sekitar jam setengah 6 sore, saya menggigil kedinginan, ya karena sama saja seperti habis mandi di lautan. Badan membeku, rasanya nggak punya kekuatan lagi buat berdiri, berasa mau pingsan. Hehe.
Dan yeah, akhirnya impian saya ke Pulau Pisang menjadi kenyataan, saya bisa ikutan pamer dengan foto-foto kece selama di sana, nggak cuma ngiler liat foto teman-teman di Lampung yang sudah pernah ke sana, terutama dari kameranya Om Yopie. hehe. Saya bisa berbangga diri dan menunjukkan ke orang-orang, Ini Pulau Pisang, yay, di Lampung, jadi kamu nggak perlu jauh-jauh ke Pulau di luar Lampung jika hanya sekedar menikmati pantai atau mencari ketenangan.
Walaupun sayang banget, kami di sana cuma sebentar, hitungannya cuma setengah hari. Malamnya pun kami nggak leluasa menikmati pantai dan suasana di sana dan begadang sambil minum kopi, nyanyi-nyanyi, ngegalau bareng karena hujan mulai turun. Dan kamipun nggak sempat menikmati Sate Ikan Tuhuk yang selalu jadi incaran wisatawan yang datang ke sana karena para nelayan nggak ada yang melaut. Kamipun harus berpuas diri tak bisa menikmati sunset apalagi sunrise karena cuaca benar-benar nggak asik. Tapi ya tetap bersyukur, karena Seninnya dari pagi hingga siang cuaca cerah, yang itu berarti kami bisa sedikit berkeliling menikmati Pulau Pisang dan menyapa beberapa warga, naik ke Menara Pulau Pisang dan mengunjungi SD Pasar Pulau Pisang yang tertua di Kecamatan ini yang konon dibangun di jaman Belanda dulu.
Well, kalau mau ke Pulau Pisang, hindari di musim hujan, sebaiknya ke pantai memang saat-saat summer, antara Maret sampai Juli-Agustus. Karena jika musim penghujan bakal kena super trap (ombak gede) seperti kami kemarin.
Menurut sejarah, Pulau ini dinamakan Pulau Pisang, karena dulunya warga-warga dari seberang untuk ke Pulau ini menggunakan Batang Pisang, tapi ya saya nggak begitu jelas ceritanya seperti apa, yang saya tahu, di Kecamatan Pulau Pisang ini, warganya nggak murni dari Suku Lampung saja, karena dari Bahasanya ada campuran dari Bengkulu juga.
Di sana kami juga mampir ke rumah warga yang membuat kerajinan Tapis, kain khas Lampung yang terbuat dari rajutan benang emas, dan konon, Tapis yang terbuat dari daerah sini itu adalah yang terbaik di Lampung. Harganya cukup mahal, perkain plus selendang tergantung motif dan warnanya juga, bisa mencapai kisaran harga sampai 5 juta rupiah. Ini luar biasa, rasanya saya pengen minta dibeliin ke seseorang buat dijadiin mahar..hihihi.
Sebelum jam 12 siang, kami terpaksa balik lagi ke homestay dan bersiap-siap buat pulang lagi ke Bandar Lampung. Sedih, karena memang belum puas, ada banyak yang bisa dilakukan di sana, selain menikmati keindahan dan menyusuri pantai, kami belum menjelalah ke sudut-sudut Pulau Pisang yang mempunya 6 Pekon (Desa) ini, kami belum menikmati semuanya. Tapi, kami percaya itu tandanya kami harus balik ke sana, entah kapan.. tapi harus.
Jam satu siang, kami mulai menyeberang kembali ke Krui, dan kali ini ombak nggak kalah ekstremnya seperti saat kami berangkat. Jika yang kemarin kami dihempas-hempas ombak, tapi hari itu dengan cuaca cerah kami dibawa ombak. Tenang tapi tinggi, dan ini lebih menghanyutkan. Namun, ini lebih baik karena kami tak harus kebasahan seperti sebelumnya. Sekitar jam 3 sore kami mulai melakukan perjalanan lagi kembali ke Ibukota, menyusuri lagi jalan-jalan yang penuh kenangan, memabukkan. Saat magrib kami mulai masuk TNBBS, dan itu serem buat saya, jadi saya memilih tidur dan bermimpi dipelukan bayangan seseorang. Hahaha.
Saya pikir saat magrib itu kami sudah bisa di Bandar Lampung, jadi saya nggak perlu kemalaman sampai Natar, tapi jam sembilan malam kami baru melihat kota ini dengan tenangnya, yang akhirnya teman-teman itu saya paksa buat ngangerin saya ke Tegineneng.. hehe. Makasih ya sudah mau direpotin.
Perjalanan ke Pulau Pisang selama dua hari satu malam bersama anak-anak @LemesTraveler itu luar biasa sekali buat saya. Saya mau bilang sekali lagi, terima kasih banyak buat kalian semua, akun-akun penyelenggara dan mendukung lomba liburan seru di Pulau Pisang, @IniLampungYay, @LampungInsta, @LampungEvent, @Trippacker_Lampung dan untuk @KaosNgaco nya yang keren banget.
*Catatan, fotonya belum kelar diunggah, besok lanjut lagi :D
Kiyay-kiyay yang lagi narsis :D |
Emak tersayang |
Saya kenal Mas Fajrin ini waktu ikut meliput Festival Teluk Semaka di Tanggamus tahun 2014 lalu. Saat itu dia belum jadi blogger. Dan juga teman galau waktu saya gagal ke Madura bulan November lalu..hihi. Jadi, katanya saya harus ikut siapa tau menang, dan bisa nikmatin pantai sebagai obat sedih, biar nggak galau lagi..hehe. Makasih bangeeet lho, Yay, infonya.
Pulau Pisang yang susah untuk dilupakan. Foto @feriakabudi |
Dengan seribu usaha, saya merayu Erik supaya bisa ikut dan menemani saya ke Pulau Pisang, dan dengan seribu alasan pula dia menolak..hihi. Tapi dengan iming-iming dibawain Bolu Lapis Talas Bogor, akhirnya dia luluh juga. Receh banget sih, Rik. :D
Karena sebelumnya sudah di Line sama miminnya, meeting point di Indomart SPBU Sultan Agung, Way Halim jam 7.00 wib, teng. Minggu (11/12) pagi-pagi sekali saya sudah berangkat dari rumah, mana hujan jadi pagi itu dingin banget, rasanya lebih enak tiduran selimutan sambil nunggu sarapan dari Emak dari pada kehujanan di atas Ojek. Saya sudah memperkirakan waktu, kalau berangkat jam segini harusnya sampai jam segini, maklum rumah saya di desa. Minimal jangan sampai saya telat, malu dong ya di pertemuan pertama dengan teman-teman LemesTraveler saya datang telat (sumpah ini nyindir miminnya banget..hahaha). Sekitar jam setengah 7 pagi saya sudah sampai di Jalan Urip Sumorhajo, Kedaton, janjian sama Erik yang mau jemput di situ dan lanjut ke kostannya Wulan (Temen Kaskuser Lampung) buat titip motor dan sarapan bareng.
Saya dan Kak Mika, miminnya @IniLampungYay |
Ternyata banyak yang datang telat. Edaaan, tau gini mah saya nyantai saja berangkat dari rumah. Nggak perlu kedinginan kehujanan di jalanan dan terpental-pental dalam bus kosong yang ngebut supaya cepat sampai di Terminal Rajabasa dari Tegineneng, hehe.
Saya lupa jam berapa, akhirnya kami berangkat juga dengan membawa dua mobil, total 18 orang, kenalan, berdoa bersama dan saya masih sebel, kenapa saya harus berangkat pagi-pagi sekali sedangkan mereka boleh ada yang telat. Hahahaha (becanda yaaaa). Mereka telat juga karena rumahnya nggak kalah jauh dari rumah saya..hihi
Kita berangkat melewati jalan yang saya lewati waktu ke Kota Agung tahun 2014 yang lalu, ah saya senang banget, walaupun cuma melewati, minimal kangen saya terobati sama Kota ini dan mampir sebentar di Pom Bensin-nya untuk Sholat Dzuhur. Di sini saya mulai berkenalan sama teman-teman lain dari mobil satunya, ada @Toyez_h, @Malasagieta, @Archipoy, @Arisandias, @Tediyuda, @didityya, @Ruzlan_abdarazy, Adek @Riskaditia dan satu lagi saya lupa namanya, maaf..hehe.
Sedangkan di mobil yang saya tumpangi, ada Mas @Feriakabudi yang rajin banget motoin saya di Pulang Pisang, Kakak Mimin IniLampungYay @Adhyatmika_, @AndymaulanaAziz, @victoragustian23, @bugis_traveler, @eky_ms, @ahi_zadli, dan @hendrik_yunianto.
Sama mereka lagi dan gadis gadis cantik Pulau Pisang. Foto @feriakabudi |
Mereka semua adalah teman-teman baru yang super asik, perjalanan yang memakan waktu kurang lebih 6 jam dari Bandar Lampung jadi nggak berasa melelahkan, normalnya sih cuma 4-5 jam, tapi kita waktu itu banyak berhentinya, apalagi dengan pemandangan pantai sepanjang jalan ketika memasuki wilayah Krui, Pesisir Barat, hutan lindung Taman Nasional Bukit Barisan Selatan yang begitu memanjakan mata dengan udaranya yang begitu segar dan bikin susah move on, karena ingin mengulangi kembali momen foto-foto di jalanan itu, juga rumah-rumah panggung khas Lampung di sepanjang jalan yang menggoda untuk dihampiri. Ah, Lampung memang keren banget.
Di jalanan TNBBS (2014) |
Rumah |
Mereka yang tetap sibuk foto2 sementara saya ketakutan et Bukit Selalaw :D |
Sembari menunggu perahu yang akan membawa kami ke Pulau Pisang sedang menyeberang ke Kuala Stabas, kami menikmati Bukit Selalaw. Spot kece untuk melihat lautan lepas, dan Pulau Pisang dari kejauhan. Banyak juga yang datang sore itu di Bukit Selalaw, kamipun memilih untuk ikut berfoto dan bersiap-siap.
Kapal yang membawa kami menyeberang ke Pulau Pisang |
Sama kiyay kiyay lagi :D |
Sebelum berangkat, kami diingatkan oleh warga sekitar untuk nggak berisik di atas kapal, dan banyak-banyak berdoa sepanjang menyeberang ke Pulau Pisang. Karena nelayan sendiri nggak melaut tapi kami nekat tetap menyeberang. Dan nggak mungkin juga kami pulang lagi ke Bandar Lampung, ya..hihi. Jadi, sebelum berangkat ada sedikit penyesalan dalam diri saya, kenapa saya mau ke Pulau Pisang, dan diluar ekspetasi lautnya seperti itu. Kenapa saya nggak memilih tetap ke Way Kambas bareng Emak, bagaimana kalau takdir hidup saya harus sampai di situ. Karena kita nggak pernah tahu kejadian berikutnya akan seperti apa. Dan beneran saya takut, ombaknya bener-bener ngeselin. :D
Tapi ya Bismillah saja, saya yakin yang membawa perahu lebih bisa mengendalikan keadaan, jikapun ada yang terjadi yang nggak kita kehendaki, pasrahkan saja sama Tuhan. Bismillah, saking gugupnya saya nggak berhenti minum, dada saya rasanya langsung sesak karena takut. Tapi saya pura-pura aja strong hahaha.
Namun, belum juga kapal keluar dari dermaga, rasanya wajah saya langsung panas karena ditampar ombak, kapal naik turun mengikuti tingginya ombak, baju langsung basah semua, kapalpun berasa mau pecah karena terhempas ombak, kekhawatiran semakin bertambah karena saat itu saya lagi dapat siklus bulanan, rasanya benar-benar nggak nyaman. Hampir separuh perjalanan saya nggak berani membuka mata, bener-bener pasrah. Karena jika sampai kapal kami karam dan kami tenggelam saya nggak perlu melihat semua itu..wkwkwkw. Tapi yang saya pelajari adalah, dalam keadaan mencekam seperti itu, usahakan jangan panik, karena jika panik semuanya memang terasa mengerikan. Tenang, toh kita semuanya pakai Life Jacket/pelampung. Baru setelah itu saya pelan-pelan membuka mata mencoba rileks mengikuti keadaan. Sayang kita nggak punya dokumentasi, karena semua peralatan tempur buat narsis sudah diamankan. Ada sih yang bawa kamera action, tapi nggak tau punya siapa.
Sekitar satu setengah jam kami menyeberangi lautan, sepanjang itu pula saya nggak berhenti berdoa, tapi alhamdulillah kami bisa melewatinya, walaupun entah tangannya siapa yang jadi korban saya pegangi terus karena ketakutan..haha, dan baru tau kalau itu tangannya Viktor. Maaf ya Tor, darurat.
Sebenarnya kami nggak perlu selama itu menyeberang ke Pulau Pisang, karena ada pilihan dermaga lain yakni dari Tembakak yang bisa ditempuh cuma 30 menit saja, tapi menurut info dengan keadaan cuaca yang kurang mendukung seperti itu, dari Tembakak justru lebih berbahaya. Jadi pilihan bijaknya musti dari Kuala Stabas walaupun agak lebih lama. Dan untuk menyeberang ke Pulau Pisang ini, sewa perahu untuk pulang perginya sekitar Rp.700 ribu/kapal, dengan maksimal 11 orang. Ya relatif murah sih ya.
Mungkin karena terlalu gugup selama menyeberang, sesampainya di Pulau Pisang sekitar jam setengah 6 sore, saya menggigil kedinginan, ya karena sama saja seperti habis mandi di lautan. Badan membeku, rasanya nggak punya kekuatan lagi buat berdiri, berasa mau pingsan. Hehe.
Dan yeah, akhirnya impian saya ke Pulau Pisang menjadi kenyataan, saya bisa ikutan pamer dengan foto-foto kece selama di sana, nggak cuma ngiler liat foto teman-teman di Lampung yang sudah pernah ke sana, terutama dari kameranya Om Yopie. hehe. Saya bisa berbangga diri dan menunjukkan ke orang-orang, Ini Pulau Pisang, yay, di Lampung, jadi kamu nggak perlu jauh-jauh ke Pulau di luar Lampung jika hanya sekedar menikmati pantai atau mencari ketenangan.
Di sini Pulau Pisang |
Well, kalau mau ke Pulau Pisang, hindari di musim hujan, sebaiknya ke pantai memang saat-saat summer, antara Maret sampai Juli-Agustus. Karena jika musim penghujan bakal kena super trap (ombak gede) seperti kami kemarin.
Kapal yang harus berlayar |
Di sana kami juga mampir ke rumah warga yang membuat kerajinan Tapis, kain khas Lampung yang terbuat dari rajutan benang emas, dan konon, Tapis yang terbuat dari daerah sini itu adalah yang terbaik di Lampung. Harganya cukup mahal, perkain plus selendang tergantung motif dan warnanya juga, bisa mencapai kisaran harga sampai 5 juta rupiah. Ini luar biasa, rasanya saya pengen minta dibeliin ke seseorang buat dijadiin mahar..hihihi.
Sebelum jam 12 siang, kami terpaksa balik lagi ke homestay dan bersiap-siap buat pulang lagi ke Bandar Lampung. Sedih, karena memang belum puas, ada banyak yang bisa dilakukan di sana, selain menikmati keindahan dan menyusuri pantai, kami belum menjelalah ke sudut-sudut Pulau Pisang yang mempunya 6 Pekon (Desa) ini, kami belum menikmati semuanya. Tapi, kami percaya itu tandanya kami harus balik ke sana, entah kapan.. tapi harus.
Jam satu siang, kami mulai menyeberang kembali ke Krui, dan kali ini ombak nggak kalah ekstremnya seperti saat kami berangkat. Jika yang kemarin kami dihempas-hempas ombak, tapi hari itu dengan cuaca cerah kami dibawa ombak. Tenang tapi tinggi, dan ini lebih menghanyutkan. Namun, ini lebih baik karena kami tak harus kebasahan seperti sebelumnya. Sekitar jam 3 sore kami mulai melakukan perjalanan lagi kembali ke Ibukota, menyusuri lagi jalan-jalan yang penuh kenangan, memabukkan. Saat magrib kami mulai masuk TNBBS, dan itu serem buat saya, jadi saya memilih tidur dan bermimpi dipelukan bayangan seseorang. Hahaha.
Saya pikir saat magrib itu kami sudah bisa di Bandar Lampung, jadi saya nggak perlu kemalaman sampai Natar, tapi jam sembilan malam kami baru melihat kota ini dengan tenangnya, yang akhirnya teman-teman itu saya paksa buat ngangerin saya ke Tegineneng.. hehe. Makasih ya sudah mau direpotin.
Perjalanan ke Pulau Pisang selama dua hari satu malam bersama anak-anak @LemesTraveler itu luar biasa sekali buat saya. Saya mau bilang sekali lagi, terima kasih banyak buat kalian semua, akun-akun penyelenggara dan mendukung lomba liburan seru di Pulau Pisang, @IniLampungYay, @LampungInsta, @LampungEvent, @Trippacker_Lampung dan untuk @KaosNgaco nya yang keren banget.
*Catatan, fotonya belum kelar diunggah, besok lanjut lagi :D
Hahaha.. kok ada boxer nya mbak mel. Aku gak ikut pasti ngaret mbak jam berangkat nya lho. Ah nama ku mejeng di blog ny mbak mel. Nuhun mbak mel.. ��
ReplyDeleteSudah move on belum mbak mel dari Pulau Pisang..
Belum, mas. Masih mau ke sana lagi haha.
DeleteBelum puaaaas!
Selamat ya mba melly....
ReplyDeleteSepertinya serangan kancut dan boxer sudah masuk sampai tulisan, huehehe...
btw, jadi pengen ke pulau banana juga....
Hehe, biar yg punya boxer seneng hihihi.
DeleteDan itu kenapa namanya jadi Kancut Addict, mas hahaha
ngefans juga?
yay, kalau daerah sumatera selatan, panggilan untuk kakak tertua sih.
ReplyDeletekirain banyak pisang na karena tu disebut pulau pisang mbak :)
Iya, sumatera bagian selatan, manggil kakak, yay juga. Gak cuma Lampung aja, ya.
Deleteya mbak, bahasa komering itu kiyay :)
DeleteWaw, nice article, kmrn mau tahun baruan disana, tp sayang teman trip ada ibu ibu yg takut ombak, jadi tdk jadi, jd hanya ke pantai tanjung setia saja, saya terakhir kesana 2015. Benar benar kesana ngangenin dan tdk buat bosan, rencana kesana pengen nginep aja di pulau.
ReplyDeleteKe sana memang harus nginep, biar dpt suasananya yg bikin tenang..hehe
DeleteBanyak pisangnya ya? :D Hihihihihi
ReplyDeleteNggak banyak, tapi ada :D
DeletePemandangannya cantik. :D Pengen tuh main2 ke pantainya. ^_^
ReplyDeleteAyooo atuh, Liza main ke Lampung hehe
DeleteTempat yang menyenangkan, ya? Asyik pasti liburan rame2 ma kerabat. ;)
ReplyDeleteAyoo mbak, ajakin kerabat2nya main ke Lampung, ke Pulau Pisang ini.
DeleteSeruuu
waaah pengalaman yg seru ya Mel, apalagi sampai susah move on gitu
ReplyDeleteIyaaa, mbak...
Deleteatu mel liburannya selalu menyenangkan ya.. tempatnya bagus2, terima kasih atu mel hehe
ReplyDeletehehehe..
DeleteJalan ke mana aja Mbk, cerita Tapisnya belum ya?
ReplyDeleteTapisnya kemarin cuma mampir bentar mbak, nyobain dah selesai. Klo mau aku ada postingan pas meliput festival krakatau thn lalu.
DeleteJalan ke mana aja Mbk, cerita Tapisnya belum ya?
ReplyDeleteAduh, bagus pemandangannya, ya, apalagi yang ada model duduk di atas batu memandang ke laut lepas, hehe...Mel, koq Emaknya Mel mirip banget sama Bunda Pipiet Senja, ya. Tadinya sebelum baca teks bunda kira itu Pipiet Senja.
ReplyDeleteHehe, makasih bundaaa..
Deleteaku ga tau wajah Pipit Senja. Masa mirip?
Ya ampun, pemandangannya kece bangeet. Aku suka sekali hamparan lautnya yang bersih. Ih mupeng
ReplyDeleteAkuuu juga sukaaaaaa banget sama hamparan laut yg bening
DeleteFiuh meel, emang cantiik pulaunyaa, sebanding dah dengan sport jantung 1.5 jam, pengsaaan...nunggu summer aja daaah akuu..
ReplyDeleteWaduh pulau Pisang! Jadi tambah pengen ke sana. Jadi untuk ke pulau Pisang harus ke Krui dulu dan menyeberang dari pelabuhan Kuala stabas? Kuala stabas juga membangkitkan rindu karena saya pernah bermalam di sana. Lampung memang keren, Yay!
ReplyDeleteSeru banget Mel ceritanya. Apalagi jalan bareng rame2 gitu ya. Kaget ya liat perahunya kecil. Aku ga kaget lagi karena udah latihan 3x naik jukung di Kiluan. Foto kaki di Bukit Selalawnya bermakna banget. Jadi kangen pingin ke sana lagi.
ReplyDelete